Sabtu, 29 September 2012

PKn - Hierakhi

Tap mpr kembali masuk dalam tata urutan peraturan perundang-undangan
Sekitar 7 tahun yang lalu pembentukan UU (DPR dan pemerintah) mengeluarkan atau tidak memasukkan tap mpr sebagai salah satu jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia dan hal itu sebagaimana tertuang dalam pasal 7 UU no 10 tahun 2004. Dikeluarkannya atau tidakdimasukkannya tap mpr sebagai jenis dan hierkaki peraturan perundang-undangan tersebut tidak banyak diperdebatkan, meskipun sangat esensial bagi tertip dan kehidupan hukum indonesia.
Soal tata susunan (hierkaki) norma hukum sangat berpengaruh pada kehidupan hukum suatu negara, apalgi bagi negara yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum. Susunan norma hukum dari negara manapun juga –termasuk indonesia- selalu berlapis-lapis atau berjenjang. Sejak indonesia merdeka dan ditetapkannya uud 1945 sebagai konstitusi, maka sekaligus terbentuk pula sistem norma hukum negara indonesia.
Dalam kaitannya dengan sistem norma hukum di indonesia itu, maka tap mpr merupakan salah satu norma hukum yang secara hirakhis kedudukannya dibawah uud 1945. Meskipun sacara hirakhir tap mpr berada dibawah uud 1945, namun tap mpr selain masih bersifat umum dan garis besar dan belum dilekaatkan oleh sanksi pedana maupun sanksi pemkasa. Kemudian baik uud 1945 maupun tap mpr dibuat atau ditetapkan oleh lembaga yang sama, yakni mpr. Dalam buhungan ini keberadaan tap mpr setingkat lebih rendah dari uud 1945 pada dasarnya bisa dipahami dengan megedepankan fungsi-fungsi yang dimiliki mpr.
Dalam konteks dengan sistem norma hkum indonesia tersebut, berdasarkan tap mprs no.xx/mprs/1966 dalam lampiran ii-nya tentang tata urutan peraturan perundang-undnagan indonesia berdasarkan uud 1945 sebagai berikut;
1.    Uud 1945
2.    Ketetapan mpr
3.    Undang-undang/ peraturan pemerintah pengganti undang-undang
4.    Peraturan pemerintah
5.    Keputusan presiden
6.    Peraturan pelaksana lainnya; seperti perarturan menteri, instruksi mentri dan lain-lainnya.
Demikianlah pula halnnya setelah reformasi dan setelah uud 1945, tap mpr tetap ditempatkan sebgaia salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang kedudukannya dibawah uud 1945, walaupun ada perubahan atas jenis peraturan perundang-undangan. Hal ini sebgaimana dituangkan dalam tap mpr no iii/mpr/2000 yang menyebutkan tata urutan peraturan perundnag-undangan sebagai berikut;
1.    Uud 1945
2.    Ketetapan mpr
3.    Undang-undang/ peraturan pemerintah pengganti undang-undang
4.    Peraturan pemerintah
5.    Peraturan presiden
6.     peraturan daerah
dari kedua tap mpr tersebut terlihat, bahwa jenis dan tata urutan peraturan perundang-undangan tap mpr tetap dipandang sebagai suatu peratauran perundang-undnagan yang penting. Tetapi entah kenapa, keberadaan tap mpr “dihilangkan” atau dikeluarkan dari jenis dan tata urutan peraturan perundang-undnagn di dalam uu ni 10 tahun 2004. Dalam hubungan ini, uu no 10 tahun 2004 menyebutkan atat urutan peraturan perundang-undangan sebgai berikut;
1.    Uud 1945
2.    Uu/ peraturan pemerintah pengganti undang-undang
3.    Peraturan pemerintah
4.    Peraturan presiden
5.    Peraturan daerah
Tidak jelas apa yang menjadi pertimbangan dari pembentuk uu no 10 tahun 2004 tidak memasukkan tap mpr sebagai salah jenis peraturan perundang-undangan dalam tata urutan peraturan perundang-undangan. Dari sisi yuridis tentu kebijakan dari pembentuk uu no 10 tahun 2004 tentulah suatu suatu kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip norma hukum yang berjenjang, artinya ketentuan uu no 10 tahun 2004 itu bertentangan dengan tap mpr no. iii/mpr/2000 yang berkedudukan lebih tinngi dari uu no 10 tahun 2004 tidak disebut-sebut tap mpr no iii/mpr/2000 sebagai salah satu dasar dari pembentukan uu no. 10 tahun 2004. Tetapi anehnya dalam penjelasannya disebutkan bahwa pembentukan uu no 10 tahun 2004 itu guna memenuhi perintah ketentuan pasal 6 tap mprno iii/mpr/2000 tentang sumber hukum tertin hukum.
Disisi lain, apa yang terjadi paada pembentukkan uu no 10 tahun 2004 yang mengeluarkan tap mpr dari tata urutan peraturan perundang-undnagan sebgaimana telah ditetapkan dalam tap mpr no.iii/mpr/2000 jelas memperlihatkan ketentuan yang sudah ada, apalagi berupa suatu peraturan perundang-undnagan yang lebih tinggi kedudukannya dari uu.
Kekliruan mengeluarkan tap mpr dari jenis dan tata susunan peraturan perundang-undangan sejak diundangkannya uu no 10 tahun 2004 itu akhirnya disadari pembentuk uu. Hal ini ditandai dengan di undangkannya uu no 12 tahun 2011 yang diundnagkan tanggal 12 agustus 2011 lalu yang memaksukannya kembali tap mpr sebgai salah satu jenis peraturan perundnag-undnagan. Meskipun uu no 12 tahun 3011 dalam pertimbangannya menyebutkan dalam konsideran adanya kekurnagan pada uu no 10 tahun 2004, khususnya berkaitan dengan dikeluarkannya tap mpr sebgaimana salah satu jenis dan dari susunan peraturan perundang-undangan. Dalam hubungan ini uu no 12 tahun 2011 menyebutkan tata urutan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1.    Uud 1945
2.    Ketetapan mpr
3.    Uu/peraturan pemerintahan pengganti undang-undang
4.    Peraturan pemerintah
5.    Peraturan presiden
6.    Peraturan daerah propinsi
7.    Peraturan daerah kabupaten/ kota
Dalam uu no 12 tahun 2011 tersebut ditegaskan pula, bahwa kekuatan hukum peraturan perundnag-undnagan sesuai dengan hierarkinya. Artinya ketentuan ini memulihkan kembali keberadaan tap mpr sebgai peraturan peundang-undangan yang kekuatan hukumnya lebih kuat dari uu. Tetapi disisi lain, dengan dipecahnya kedudukan peraturan daerah yang tadinya dalam tap mpr no iii/mpr/2000 hanya disebutkan peraturan daerah (perda) saja tanpa membedakannya perda propinsi dengan perda kabupaten/ kota. Dengan dipecahnya perda menjadi perda propinsi dan dibawahnya perda kabupaten/ kota, maka tentu keberadaan perda kabupaten/ kota lebih rendah kedudukannya dari perda propinsi dan sekaligus mengandung makna perda kabupaten/ kota tidak boleh bertentangan dengan perda propinsi. Sebelumnya dalam uu no 10 2004 dan sejalan dengan tap mpr no iii/mpr/2000 kedudukan perda propinsi maupun perda kabupaten kota berada dalam satu kotak dan tidak hiararkhis. Ini bahkan telihat jelas dalam ketentuan pasal 7 ayat (5) uu no.10 tahun 2004. Akan tetapi dengan dipecahnya perda menjadi perda propinsi dan perda kabupaten/ kota, secara hierarkhi, maka secara tidak langsung terkait dengan persoalan regulasi dalam implementasi otonomi daerah. Persoalan ini tentu menjadi maslaah sendiri dan akan kita bahas dalam kesempatan lain.
Kembali ke soal 1 tap mpr yang sudah dimasukkan kembali ke dalam tata urutan peraturan perundang-undnagan dalam uu no 12 tahun 2011. Suatu hal yang baru dalam uu no 12 tahun 2011 adlaah adanya peraturan lain selain dari jenis dan hierarkhi peraturan perundnag-undnagan yang sudah disebutkan. Peraturan lain tersebut yakni mencakup peraturan yang ditetapkan mpr, dpr, ma, mk, bpk, ky, bi, menteri, bada, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan uu, dprd propinsi, gubernur, dprd kabupaten/ kota, bupati/ walikota, kepala desa atau setingkat. Kedudukan dan kekuatan hukum dari peraturan yang dibentuk lembaga-lembaga/ instansi tersebut diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undnagan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Memahami uu no 12 tahun 2011 sebagai uu no.10 tahun 2004, maka setidaknya beberapa persoalan yang terjadi dalam teknis pembentukan peraturan perundangan-undangan di indonesia dibawah uu no 10 tahun 2004 – khususnya terhadap pengeluaran tap mpr dari jenis dan susunan peraturan perundang-undnagan di indonesia – dapat diatasi dan dikembalikan pada posisi yang benar dan konsistensi terhadaptertib hukum kembali ditengakkan. Dan hal ini sejalan dengan apa yang disebutkan dalam penjelasan uu no 12 tahun 2011 dalam menjelaskan dalam penjelasnnya terdapat materi baru yang diatur, dan materi baru itu disebutkan menambahkan tap mpr sebgai slah satu jenis peraturan perundnag-undangan dan hierarkhinya ditempaatkan dibawah uud. Dan hal ini sebenarnya bukan materi baru, melainkan adanya kelalaian dan kelafaan dalam membentuk dan menyusun uu no 10 tahun 2004. Sebab sudah terang adanya dalam tap mpr no iii/mpr/2000 sudah ditetapkan tapmpr sebgai slah satu jenis peraturan perundnag-undnagan yang kedudukannya setingkat dibawah uud 1945. Jadi dimasukannya kembali tap mpr sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan dalam uu no 12 tahun 2011 sesungguhnya bukanlah penambahan materi baru, melainkan memeperbaiki kesalhan pembentuk uu dalam menyusun dan membentuk uu sebelumnya yang digantikan uu no 12 tahun 2011.

Jumat, 28 September 2012

TAP MPR Kembali Masuk Dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan - Dunia Hukum

TAP MPR Kembali Masuk Dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan - Dunia Hukum

PKn - TAP MPR No. III/MPR/2000

Tata urutan peraturan perundang undangan Republik Indonesia
Posted on November 23, 2007 by kiranawati
Berdasarkan TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah:
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
3. Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
1. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-RI) merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
3. Undang-Undang (UU) dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Presiden untuk melaksanakan UUD 1945 serta TAP MPR-RI.
4. Perpu dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
b. DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
c. Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
5. Peraturan Pemerintah (PP) dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang. 6. Keputusan Presiden (Keppres) yang bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan

PKn - Implementasi TAP MPR No IX Tahun 2001

Implementasi TAP MPR No IX Tahun 2001
OPINI | 13 May 2012 | 16:05  Dibaca: 736    Komentar: 1    Nihil
Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundangan
Sebelum kita berbicara tentang TAP MPR No IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, ada baiknya kita mereview kembali ingatan kita tentang hirarkhi (susunan) peraturan perundangan. Sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, dalam pasal 7 menyebutkan TAP MPR tidak lagi dijadikan sebagai referensi hukum, dengan kata lain TAP MPR dikeluarkan dari khirarkhi (susunan urutan) peraturan perundangan. Dari tahun 2004 hingga tahun 2011 selama 7 (tujuh) tahun TAP MPR tidak lagi dikenal dalam sistem tata negara indonesia. Dikeluarkannya atau tidak dimasukkannya TAP MPR sebagai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan tersebut tidak banyak diperdebatkan, meskipun sangat esensial bagi tertib dan kehidupan hukum di Indonesia.
Kekeliruan mengeluarkan Tap MPR dari jenis dan tata susunan peraturan perundang-undangan sejak diundangkannya UU No 10 Tahun 2004 itu  akhirnya disadari oleh pembentuk UU (Pemerintah dan DPR). Hal ini ditandai dengan di undangkannya UU No 12 Tahun 2011 pada tanggal 12 Agustus 2011 lalu yang memaksukannya kembali TAP MPR sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Dalam hubungan ini UU No 12 Tahun 2011 menyebutkan tata urutan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU/peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan daerah Propinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten /Kota.
Dalam UU No 12 Tahun 2011 tersebut ditegaskan pula, bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarkinya (urutannya). Artinya ketentuan ini memulihkan kembali keberadaan Tap MPR sebagai peraturan perundang-undangan yang kekuatan hukumnya lebih kuat dari UU. Tetapi disisi lain, dengan dipecahnya kedudukan Peraturan Daerah yang tadinya dalam Tap MPR No III/MPR/2000 hanya disebut Peraturan Daerah (Perda) saja tanpa membedakannya Perda Propinsi dengan Perda Kabupaten/Kota. Dengan dipecahnya Perda  menjadi Perda Propinsi dan dibawahnya Perda kabupaten Kota,  maka tentu keberadaan Perda Kabupaten/Kota saat ini lebih rendah kedudukannya dari Perda Propinsi dan sekaligus mengandung makna Perda kabupaten/Kota tidak boleh bertentangan dengan Perda Propinsi. Persoalan ini tentu menjadi masalah sendiri dan akan kita bahas dalam kesempatan lain.
Pentingnya Pengarusutamaan Kembali Keberadaan TAP MPR No IX Tahun 2001 Tentang Pembaharuan Agrarian Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Sebagai ilustrasi untuk menggambarkan ruwetnya pengelolaan sumber daya agraria yang lahir dari kerancuan peraturan perundangan, Saya coba berkaca pada peristiwa terbaru yang masih hangat di ingatan terkait kerusuhan Lambu-Sape di Bima. Bukan hendak menjustifikasi siapa benar dan siapa salah terkait kasus tersebut, namun hanya hendak menggambarkan bahwa peraturan perundangan kita tentang pengelolaan sumber daya agraria adalah belantara peraturan yang justeru ikut menjadi pemicu lahirnya konflik pertambangan di berbagai daerah di Indonesia. Kerusuhan Lambu yang telah meluluh lantahkan sendi sendi kehidupan social masyarakat Bima dan yang membuat Negara mati suri tak berwibawa itu adalah akibat konkrit dari kebingungan daerah maupun kepala daerah dalam mengimplementasikan berbagai peraturan yang satu sama lainnya saling tumpang tindih.
Kita ambil contoh kerancuan peraturan yang membuat para pejabat kita bersi kukuh pada sikapnya masing masing dari pusat hingga daerah ketika terjadi penolakan besar besaran dari masyarakat atas SK Bupati Bima No 188 yang menewaskan 3 penduduk. Wakil Menteri Kementerian ESDM saat itu mengatakan tidak mau mencabut IUP Eksplorasi PT SMN.  Dirjen ESDM berkata: “Tugas Kementerian ESDM hanya pembinaan dan pengawasan saja”, Menteri Ekonomi berkata, “Kepala daerah ini lucu, ketika memberikan izin tidak kordinasi, giliran rusuh minta perlindungan pusat”. Gubernurnya berkata “Meminta Bupati untuk mencabut IUP”, dan Bupati nya berkata “sepanjang dibenarkan oleh konstitusi, gak usah 1 SK, 1000 SK bila perlu saya cabut”. Semua pejabat dari pusat hingga daerah berpedoman pada pemahaman masing masing tentang peraturan perundangan yang tentu sama sama benar di satu sisi, hingga perdebatan relasi kuasa tersbut berakhir dengan terbakarnya Kantor Bupati Bima. Lagi lagi silang sengkarut relasi kuasa akibat peraturan telah memupuk suburnya tradisi anarkhisme di tengah kehidupan masyarakat.
Terkait berbagai tumpang tindih tersebut di ataslah, maka penting TAP MPR tentang pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam kembali dijadikan sebagai panduan untuk merumuskan dan kembali mensingkronisasikan berbagai peraturan perundangan yang mengatur tentang pengelolaan agraria kita.
Sebagaimana kita pahami dalam UUPA No 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, bahwa yang disebut dengan agraria adalah segala sesuatu yang berbada di permukaan tanah, bawah tanah dan ruang angkasa. Mekanisme peraturan yang mengatur tentang objek agraria tersebut telah melahirkan berbagai tumpang tindih peraturan dan juga subjek pelaksana nya. Semisal UU Pertamnbangan yang bertentangan dengan UU Lingkungan hidup, UU kehutanan, UU perkebunan, UU Penanaman Modal Asing dan lainnya. Dalam kapasitas saya sebagai anggota Komisi II DPR RI yang bermitra dengan BPN, Joyo Winoto kepala BPN menyampaikan saat ini terdapat 516 peraturan perundangan yang tumpang tindih. 516 peraturan yang tumpang tindih tersebut hanya yang berhubungan dengan internal BPN, jumlah itu tentu akan bertambah jika di hubungkan dengan tumpang tindih nya peraturan di BPN dengan UU sektoral lainnya seperti di kehutanan, perkebunan, pertanian, pertambangan, lingkungan hidup dan lainnya.
Di sinilah peran TAP MPR No IX tahun 2001 tadi, sebagai kerangka yang tak selesai dilakukan oleh pemerintah dan menjadi PR bagi kita semua untuk melaksanakan amanat yang terkandung dalam TAP MPR tersebut. Inti dari TAP MPR No IX tahun 2001 tersebut sebenarnya adalah amanat untuk melakukan singkronisasi terhadap peraturan perundangan yang berhubungan dengan agraria dan pengelolaan sumber daya alam agar sepenuhnya dikelola demi kemakmuran rakyat. Dalam TAP MPR No IX Tahun 2011 pasal 6 menyebutkan arah kebijakan pembaruan agraria adalah:
a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah perkotaan.
c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.
d. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik dimasa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria yang terjadi.
f. Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumberdaya agraria yang terjadi.
Sedangkan arah pengelolaan sumber daya alam di jelaskan pada pasal berikutnya yaitu:
a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prSinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
b. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumberdaya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumberdaya alam sebagai potensi dalam pembangunan nasional.
c. Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumberdaya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
d. Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumberdaya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumberdaya alam tersebut.
e. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumberdaya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
f. Menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.
(Oleh: Poetra Adi Soerjo - Pengamat Politik Lokal Dan Otonomi daerah)

PHI - Sejarah Singkat KUHP, KUHAPerdata, KUHD, dan KUHTN

Nama            : Romadhoni Feby Indriani
NPM         : 12100097
Dosen         : Bu Tuti Rastuti, S.H., M.H
Mata Kuliah     : Pengantar Hukum Indonesia


FAKULTAS HUKUM 2012-2013

Kampus I
Jl. Lengkong Besar No. 68
Telp: 022-4205945, 4262226 website: www.unpas.ac.id 
Sejarah Singkat KUHP
Sejarah hukum pidana yang tertulis di Indonesia di mulai sejak kedatangan Belanda. Pada tahun 1886 Belanda membuat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri Yaitu ,,Nederlandsch Wetboek Van Strafrecht’’ dan untuk Indonesia waktu itu di buatkan juga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk masing-masing golongan yang ada di Indonesia, yaitu :

1."Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie” untuk golongan penduduk Eropa, di tetapkan dengan. "Koninklijk Besluit” 10 februari 1866, berisi hanya kejahatan-kejahatan saja

2."Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie” untuk golongan penduduk Bumipetera dan Timur Asing, ditetapkan dengan "Ordonnantie” 6 mei 1872, berisi hanya kejahatan-kejahatan saja

3."Algemeene Politie Strafreglement” untuk golongan Eropa, di tetapkana dengan "Ordonanntie’’ 15 juni 1872, berisi hanya pelanggaran-pelanggaran saja

4."Algemene Politie Strafreglement” untuk golongan Bumiputera dan Timur Asing, ditetapkan dengan "Ordonnantie’’ 15 juni 1872, berisi hanya pelanggaran-pelanggaran saja.


Ke empat buku ini di satukan mulai 1 januari 1918 diganti dengan satu buku saja yaitu "Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie” yang baru dan di keluarkan dengan "Koninklijk Besluit” 15 oktober 1915 No. 33 (Stbl.1915 No.732).


Semenjak hari proklamasi kemerdekaan Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut terus dipakai, kemudian pada 26 februari 1946 di syahkan dan mulai berlaku pada waktu itu.Pada waktu itu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini tidak berlaku pada semua wilayah Indonesia seperti Jakarta Raya, Sumatera Timur, Indonesia Timur dan Kalimantan Barat, daerah tersebut memakai "Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie”. Maka dengan demikian pada waktu itu Indonesia mempunyai dua KUHP, karena dirasa ganjil dengan dua KUHP di Indonesia.


Maka dikeluarkan Undang-Undang No. 73/1958 (LN No. 127/1985) yang dalam pasal 1 di tetapkan, bahwa Undang-Undang RI No. 1/1946 mulai 29 september 1958 di nyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Berarti bahwa mulai hari itu yang berlaku hanya satu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana saja.








 Sejarah Singkat KUHPerdata
Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di Negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum Perdata Prancis (code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi ( Corpus Juris Civilis ) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna .
 KUHperdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketua oleh Mr. J.M Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain dari hokum Belanda kuno. Kodifikasi KUH Perdata selesai pada 5 juli 1830, namun diberlakukan di Negeri Belanda pada 1 oktober 1838. Pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang ( WVK / Wetboek Van koophandel). Pada tanggal 31 oktober 1837 Scholten Van Oud A.A Van Vloten dan Mr. Meyer masing- masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. Scholten Van Oud dan Haarlem lagi, tetapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes.
 Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasikan KUH Perdata Indonesia berdasarkan Asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUHPerdata Indonesia.Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 april 1847 melalui Statblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 januari 1848.Kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan- kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne , Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya , ia juga turut berjasa dalam kodifikasi tersebut .Asas Konkordasi adalah asas dimana hukum yang berlaku dinegara penjajah berlaku juga dinegara jajahannya.















        Sejarah Singkat Tata Negara

Tata kenegaraan pada tanggal 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949
Bentuk Negara
Bentuk Negara Republik Indonesia pada kurun waktu 18  Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 adalah Negara Kesatuan dengan system pemerintahan presidensiil.
Landasan yuridisnya antara lain ;
a.       Pembukaan UUD 1945 alinea 4, yang berbunyi ;
“ … melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Hal tersebut menunjukkan satu kesatuan bangsa Indonesia dan satu kesatuan wilayah Indonesia.
b.      Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ;
Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kata Kesatuan dalam pasal tersebut menunjukkan bentuk negara, sedangkan Republik menunjukkan bentuk pemerintahan.
 Lembaga-lembaga yang terbentuk dan kepala Negara
Menurut UUD 1945, seperti telah disebutkan di atas bahwa kekuasaan – kekuasaan dalam negara dikelola oleh lima lembaga, yaitu ;
a.       Legislatif, yang dilakukan oleh DPR,
b.      Eksekutif, yang dijalankan oleh Presiden,
c.       Konsultatif, yang dijalankan oleh DPA,
d.      Eksaminatif (mengevaluasi ), kekuasaan inspektif ( mengontrol ),atau kekuasaan auditatif ( memeriksa ), yang dijalankan oleh BPK,
e.       Yudikatif, yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.


Pembagian kekuasaan pada masa UUD 1945 kurun waktu 18  Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 belum berjalan sebagaimana mestinya, disebabkan belum terbentuknya lembaga – lembaga Negara seperti yang dikehendaki UUD 1945. Pada kurun waktu itu hanya ada presiden, wakil presiden,dan menteri – menteri, serta KNIP. Sejak tanggal 18  Agustus 1945 sampai 16 Oktober 1945 segala kekuasaan baik eksekutif, legislative dan yudikatif dijalankan oleh satu badan atau lembaga, yaitu presiden dibantu oleh KNIP. Kekuasaan presiden yang demikian luas itu berdasarkan pasal IV aturan peralihan UUD 1945. Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden nomor X tanggal 16 Oktober 1945 terjadi pembagian kekuasaan dalam 2 badan, yaitu kekuasaan legislative dijalankan oleh KNIP dan kekuasaan – kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945.
 Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih tangan perdana menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintaha parlementer kabinet yang di gunakan Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuanganmempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X padatanggal 16 Oktober 1945  memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal14 November 1945  dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama,sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agardianggap lebih demokratis


Sejarah Singkat KUHD
Pembagian Hukum Privat (Sipil) ke dalam Hukum Perdata dan Hukum Dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah dari Hukum Dagang.
Bahwa pembagian tersebut bukan bersifat asasi, dapatlah kita lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang menyatakan, bahwa peraturan-peraturan KUHPer dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam penyelesaian soal-soal yang semata-semata diadakan oleh KUHD itu.
Kenyataan-kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi ialah:
a.    Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidaklah ditetapkan dalam KUHD, tetapi diatur dalam KUHPer;
b.    Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.
Adapun perkembangan Hukum Dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan di Eropa, kira-kira dari tahun 1000 sampai tahun 1500. Asal mula perkembangan hukum ini dapat kita hubungkan dengan terjadinya kota-kota di Eropa Barat. Pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, Venesia, Marseille, Barcelona, dan lain-lain). Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak dapat menyelesaikan seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Oleh karena itulah di kota-kota Eropa Barat disusun peraturan-peraturan hukum baru yang berdiri sendiri di samping Hukum Romawi yang berlaku.
Hukum yang baru ini berlaku bagi golongan pedagang dan disebut Hukum Perdagangan (Koopmansrecht). Kemudian pada abad ke-16 dan ke 17 sebagian besar kota di Perancis mengadakan pengadilan-pengadilan istimewa khusus menyelesaikan perkara-perkara di bidang perdagangan (pengadilan pedagang).
Hukum pedagang ini pada mulanya belum merupakan unifikasi, berlakunya suatu sistem hukum untuk seluruh daerah, karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah mempunyai hukum perdagangannya sendiri-sendiri yang berlain-lainan satu sama lainnya.
Kemudian disebabkan bertambah eratnya hubungan perdagangan antar daerah, maka dirasakan perlu adanya suatu kesatuan hukum di bidang Hukum Pedagang ini.
Oleh karena itu, di Perancis pada abad ke 17 diadakanlah kodifikasi dalam hukum pedagang. Menteri Keuangan dari Raja Louis XIV (1643-1715) yaitu Colbert membuat suatu peraturan yaitu Ordonance du Commerce (1673).
Peraturan ini mengatur hukum pedagang itu sebagai hukum untuk golongan tertentu yakni kaum pedagang. Ordonnance du Commerce ini dalam tahun 1681 disusul dengan suatu peraturan lain yakni Ordonnance de la Marine, yang mengatur hukum perdagangan laut (untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan).
Pada tahun 1807 di Perancis di samping adanya Code Civil des Francais, yang mengatur Hukum Perdata Perancis, telah dibuat lagi suatu Kitab Undang-undang Hukum Dagang tersendiri, yakni Code de Commerce.
Dengan demikian pada tahun 1807 di Perancis terdapat Hukum Dagang yang dikodifikasikan dalam Code de Commerce yang dipisahkan dari Hukum Perdata yang dikodifikasikan dalam Code Civil. Code de Commerce ini memuat peraturan-peraturan hukum yang timbul dalam bidang perdagangan sejak zaman pertengahan. Adapun yang menjadi dasar bagi penyusun Code de Commerce (1807) itu ialah antara lain Ordonnance du Commerce (1673) dan Ordonnance de la Marine (1681) tersebut.
Kemudian kodifikasi-kodifikasi hukum Perancis tahun 1807 (yakni Code Civil dan Code de Commerce) dinyatakan berlaku juga di Netherlans sampai tahun 1838.
Dalam pada itu, pemerintah Netherlands menginginkan adanya Hukum Dagang sendiri, dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 kitab, akan tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan, akan tetapi perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa.
Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya, berdasarkan asas konkordansi, maka KUHD Netherlands 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD Indonesia 1848.
Pada akhir abad ke 19, Prof. Molegraaff merencanakan suatu Undang-undang Kepailitan yang akan menggantikan Buku III dari KUHD Netherlands. Rancangan Molengraaf ini kemudian berhasil dijadikan Undang-undang Kepailitan tahun 1893 (berlaku pada 1896).
Dan berdasarkan asas konkordansi pula, perubahan ini diadakan juga di Indonesia pada tahun 1906. Pada tahun 1906 itulah Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri (di luar KUHD). Sehingga semenjak tahun 1906 KUHD Indonesia hanya terdiri dari atas dua kitab saja, yakni Kitab I yang berjudul : tentang Dangang Umumnya dan Kitab II berjudul : tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran.
Dikutip Dari Buku C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006

Tugas PAI - makalah

Tidak semua orang memiliki keyakinan yang sama tentang adanya kebenaran dalam ilham, sebab yang menerima tidak dikategorikan sebagai nabi atau rasul. Akan tetapi, manakala ilham itu diceritakan oleh wahyu seperti ibu nabi musa menerima ilham dari tuhan, keyakinan atas kebenaran tersebut bukan pada ilhamnya, melainkan karena tertuang dalam al-quran yang diyakini sebagai wahyu.
Dalam perkembangan berikutnya, pengertian wahyu dengan ilham menjadi sama, sebagaimana terdapat dalam agama-agama filsafat atau agama budaya, yang diyakini sebagai agama bumi (al-ardh), meskipun istilah agama langit dan agama bumi (samawi dan ardhi) hayalan taksonomi yang subjektif disebabkan yang membaginya orang yang muslim atau yahudi dan nasrani. Dalam konteks filsafat, pembagian agama dengan istilah agama samawi dan agama ardhi justru mengecilkan arti sebuah pencarian kebenaran dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, intuisi dalam bentuk wahyu atau ilham adalah bagian penting dari lahirnya ilmu pengetahuan, terutama tentang kebaikan dan keburukan, dosa dan pahala, surga dan neraka, malaikat dan setan, dan semua itu diajarakan oleh agama samawi maupun agama ardhi.
Mengenai pengertian wahyu, ada perbedaan pendapat di kalangan ahli tafsir. Menurut bahasa, wahyu itu artinya bisikan, atau membisikan ke dalam hati, mengilhamkan atau isyarat yang cepat dan sangat rahasia. Menurut mana’ al-qathan (1973:32), yag dimaksud dengan wahyu adalah al-isyarah asy-syariah, yakin pesan-pesan allah yang disampaikan dengan jalan bisikan ke dalam sukma rasulullah saw. Sebagaimana wahyu disampaikan, isi semua wahyu hanya diketahui rasulullah saw, atas dasar pengetahuan yang diterima secara langsung dari allah swt. Oleh karena itulah, makna wahyu adalah bisikan yang tersembunyi, rahasia atau bishautin mujaradin.
Dibawah ini adalah beberapa makna wahyu yang diperkuat oleh ayat-ayat al-quran sebagaimana dikemukakan oleh mana’ al-qathan dalam mabahits fi ‘ulum al-quran :
1.    Wahyu diartikan pula dengan ilham yang diberikan kepada manusia, sebagaimana ilham diberikan kepada ibu nabi musa as, yang terdapat dalam surat al-qashash ayat tujuh;
2.    Wahyu dimaknakan sebagai ilham yang diberikan kepada hewan atau binatang sebagaimana allah memberi ilham, kepada lebah, yang dijelaskan dalam surat an-nahl ayat 68.
3.    Wahyu diartikan dengan isyarat yang cepat, sebgaimana terdapat dalam surat maryam ayat 1;
4.    Wahyu diartikan sebagai bisikan setan di dalam jiwa manusia dan perundingan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-an’am ayat 112 dan 121;
5.    Wahyu adalah kalam allah kepada malaikt agar menjalankan perintah-Nya untuk disampaikan kepada para nabi dan orang-orang terpilih dan beriman, sebagaimana terdapat dalam surat al-anfal ayat 12.
Pemahaman tentang wahyu didasar pada pengertian-pengertian tersebut adalah :
a.    Allah swt memerintahkan malaikat untuk turun membawa titah allah tentang amr dan nahyu-Nya untuk manusia;
b.    Malaikat adalah para pesuruh allah yang bertugas menyampaikan semua perintah allah untuk manusia;
c.    allah swt membisikan suatu makna ke dalam hati orang yang dikehendaki-nya
d.    Allah swt memperdagangkan kalam-nya kepada siapa saja yang dikehendaki-nya tanpa perantara dan tanpa ada penampakan;
e.    Allah swt memerintahkan ruhul qudus dan ruhul amin, yakni jibril, agar membisikkan perintah-Nya kepada jiwa nabi.
Wahyu disampaikan kepada nabi muhammad saw dengan perantaraan ruhul qudus atau ruhul amin, yakni jibril. Wahyu adalah kalamullah yang terjaga dan terpelihara dari perubahan-perubahan karena campur tangan manusia. Wahyu sebagai isyarat yang cepat dan bisikan yang rahasia, muhammad sekalipun tidak akan mampu menerjemahkannya. Oleh karena itulah, hanya allah yang berhak memberitahukan makna-maknanya kepada muhham saw. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-hijr ayat 9:
Nabi Muhammad SAW megalami kejadian yang bermacam-macam ketika menerima wahyu, di antaranya ialah:
1.    Wahyu disampaika melalui mimpi Nabi Muhammad SAW.;
2.    Wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan cara dibisikan ke dalam jiwanya. Dalam hal ini, Allah berfirman dalam surat Asy-Syura ayat 51-52:
 
Artinya:
[42:51] Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. [42:52] Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

3.    Wahyu disampaikan dengan cara kedatangan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki, sedangkan Jibril penah datang kepada Nabi SAW sebagai orang laki-laki yang tampan;
4.    Wahyu datang kepada Nabi SAW melalui Jibril memperlihatkan rupanya yang asli dengan enam ratus sayap menutup langit;
5.    Wahyu disampaikan oleh Allah dengan cara membicarakanya secara langsung kepada Nabi SAW dibelakang hijab, baik dalam keadaan Nabi SAW sadar atau sedang terjaga, sebagaimana pada malam Isra’, atau Nabi SAW sedang tidur;
6.    Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-Qur’an. Menurut Amir Asy-Sya’bi, Israfil menyampaikan kalimat dan beberapa ketetepan kepada Nabi SAW selama tiga tahun, sesudah itu barulah Jibril datang membawa wahyu Al-Qur’an;
7.    Ketika Nabi Muhammad SAW  berada di atas langit pada malam Mi’raj, Allah SWT menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara malaikat, sebagaimana Alllah pernah berfirman secara langsung kepada Nabi Musa a.s.;
8.    Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara lebah; dan
9.    Wahyu disampaikan dengan cara gemerinci lonceng, yakni Nabi Muhammad mendengar suara lonceng sangat keras sehingga beliau tidak kuat menahan gemerincingnya. Menurut riwayat-riwayat yang sahih, Nabi SAW menerima wahyu yang datang dengan suara keras menyerupai suara lonceng. Dengan sangat berat keluar peluh dari Nabi SAW., meskipun ketika itu hari sangat dingin. Bahkan, unta yang sedang ditunggangi beliau menderum ke tanah. Pernah pula Nabi SAW  menerima wahyu dengan cara yang sama, ketika itu karena beratnya, beliau letakan pahanya di atas paha Zaid bin Tsabit dan Zaid pun merasakan betapa beratnya pada Nabi SAW. (Subhi Shalih, 1985:25)
Para orietalis, salah satunya H.A.R. Gibb dalam Muhammadenism (1989:28) memandang bahwa cara-cara penyampaian wahyu kepada Nabi Muhammad SAW merupakan cara-cara yang tidak masuk akal, dan ketika Muhammad ada dalam keadaan tidak sadar, bahkan menyatakan Muhammad terkena penyakit ayan dan “sawan” (lihat dalam Hasbi Ash-Shidieqie, Sejarah Ilmu Tafsi, halaman 23). Alasan-alasan orientalis berkaitan dengan hal itu adalah sebagai berikut.
1.    Wahyu yang disampaikan melalui mimpi. Dalam pandangan ilmu jiwa, orang yang sedang bermimpi adalah orang yang tidak sadar atau berada di dalam bawah sadar. Dengan demikian, sangat tidak logis jika orang yang sedang tidak sadar menerima pesan-pesan Tuhan dengan baik dan benar. Bahkan, dalam hukum Islam sendiri ditegaskan bahwa orang yang sedang tidur tidak termasuk sebagai orang yang wajib melaksanakan hukum atau hukum menjadi gugur disebabkan mukallaf sedang tidur;
2.    Wahyu disampaikan dengan gemerincing longceng, suara lebah, dan bisikan yang rahasia adalah kenaifan, karena  tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa Muhammad memahami bahasa lebah dan bahasa lonceng;
3.    Wahyu disampaikan secara langsung oleh Jibril dengan rupa aslinya, saat itu Muhammad ketakutan hingga tidak sanggup menerima kalimah wahyu. Dengan demikian, penyampaian wahyu dengan cara tersebut tidak komunikatif apalagi keadaan psikologis Muhammad terganggu dengan bentuk dan rupa Jibril yang asli yang menakutkan Muhammad;
4.    Wahyu disampaikan melalui Jibril yang menyerupakan seorang laki-laki, hal itu jelas bukan Jibril yang asli, sebab yang asli bukan seorang manusia. Dengan demikian, wahyu yang disampaikan tidak orisonal;
5.    Wahyu disampaikan oleh Tuhan secara langsung ketika Muhammad sedang Is’ra Mi’raj. Hal itu jelas tidak masuk akal, bahkan bertentangan dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah adalah Dzat yang tidak sebanding dengan makhluk-Nya yang akan dapat dilihat dengan kasat mata.
Jelas dan tegas bahwa manusia mana pun dan siapa pun tidak akan dapat berkomunikasi secara langsung dengan Allah, sebagaimana manusia dengan manusia secara berhadapa, kecuali melalui perantara wahyu yang disampaikan melalui bisikan rahasia, dibelakang jihab, atau melalui Jibril yang menyerupai seseorang. Wahyu sebagai sumber hukum Islam adalah benar, tetapi dengan tuduhan diatas pula, kebenaran statemen itu memerlukan rasionalisasi filosofih sehingga keyakinan terhadap wahyu bukan semata-mata karena adanya legilitas dari ayat-ayat Al-Qur’an, melaikan dilengkapi dengan argumentasi ontologis yang kuat bahwa wahyu Allah itu akurat, dengan demikian Kitabullah pun senantiasa akurat.

Adakah cara-cara kita diturunkan wahyu kepada Nabi Muhammad, ketika beliau sedang dalam keadaan normal secara mental maupun fisikalnya? Wahyu yang disampaikan melalui mimpi adalah sebagai bukti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia tertidur lelap. Ketika wahyu disampaikan, Muhammad tidak meresponyah sebagaimana seorang manusia yang terbangun atau yang berada di dalam kesadaran. Dengan disampaikannya wahyu ketika Muhammad sedang berada di bawah alam sadar, secara otomatis Muhammad tidak melakukan campur tangan sedikit pun terhadap Kalamullah yang masuk ke dalam jiwanya, sehingga ayat-ayat yang diwahyukan murni dari Allah.
Wahyu yang disampaikan melalui gemerincing lonceng, suara lebah, dan bisikan di belakang hijab, tidak seorang pun yang memahami dan mengerti maksudnya. Apa makna dari gemerincing lonceng dan suara lebah, apalagi memahami makna rahasia. Bahkan, Nabi Muhammad pun tidak memahami makna suara lonceng atau suara lebah. Yang ada hanyalah rasa berat yang membebaninya sehingga keringatnya bercucuran. Jika Muhammad SAW saja tidak memahami makna gemerincing lonceng atau suara lebah, apalagi para sahabat? Dengan demikian, wahyu yang disampaikan tetap terpelihara dan masuk akal ke dalam dad Rasulullah SAW tanpa ada campuran tangan pihak lain.
Suatu saat Nabi SAW menggerakan lisannya untuk menghapalkan wahyu yang disampaikan, tetapi Allah segera melarangnya, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Qiyamah ayat: 16—19:






Artinya:
[75:16] Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.[75:17] Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.[75:18] Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.[75:19] Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.

Wahyu yang disampaikan melalui cara-cara rahasia adalah sebagai strategi untuk menjaga orisinalitas Al-Qur’an. Dalam hal itu, menurut Malik bin Nabi (992:25), tak satu pun ayat yang terkontaminasi oleh campur tangan manusia, termasuk Nabi Muhammad SAW sendiri, Benar, bahwa Al-Qur’an dijaga dan dipelihara secara langsung oleh Sang Pembuat Hukum. Wahyu yang dijaga dan dipelihara secara langsung tersebut adalah Kitabullah, yakni Al-Qur’an. Sebagai sumber syariah atau hukum Islam yang sakral yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya. Al-Qur’an adalah bacaan yang mulia yang hanya dengan membacanya saja, seorang yang beriman telah memperoleh pahala yang besar karena membaca Al-Qur’an adalah ibadah.


Al-qur’an adalah mukjizat terbesar dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an termuat ribuan ayat qauliyah yang membicarakan semua masalah, dalam berbagai kondisi, dan kisah-kisah yang dapat dijadikan pelajaran bagi kehidupan pada masa depan. Bahkan, di dalam Al-Qur’anterdapat prediksi yang melahirkan teori-teori ilmu pengetahuan, sebagai contoh prediksi tentang rahim ibu yang terdiri dari tiga lapis, endometrium, myometrium, dan perimetrium, sebagaimana disebutkan dalam surat Az-Zumar ayat 6:

Artinya :
Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (39:6)

Selasa, 25 September 2012

tugas bu tuti

Sejarah Singkat KUHP
Sejarah hukum pidana yang tertulis di Indonesia di mulai sejak kedatangan Belanda. Pada tahun 1886 Belanda membuat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri Yaitu ,,Nederlandsch Wetboek Van Strafrecht’’ dan untuk Indonesia waktu itu di buatkan juga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk masing-masing golongan yang ada di Indonesia, yaitu :

1."Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie” untuk golongan penduduk Eropa, di tetapkan dengan. "Koninklijk Besluit” 10 februari 1866, berisi hanya kejahatan-kejahatan saja

2."Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie” untuk golongan penduduk Bumipetera dan Timur Asing, ditetapkan dengan "Ordonnantie” 6 mei 1872, berisi hanya kejahatan-kejahatan saja

3."Algemeene Politie Strafreglement” untuk golongan Eropa, di tetapkana dengan "Ordonanntie’’ 15 juni 1872, berisi hanya pelanggaran-pelanggaran saja

4."Algemene Politie Strafreglement” untuk golongan Bumiputera dan Timur Asing, ditetapkan dengan "Ordonnantie’’ 15 juni 1872, berisi hanya pelanggaran-pelanggaran saja.


Ke empat buku ini di satukan mulai 1 januari 1918 diganti dengan satu buku saja yaitu "Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie” yang baru dan di keluarkan dengan "Koninklijk Besluit” 15 oktober 1915 No. 33 (Stbl.1915 No.732).

Semenjak hari proklamasi kemerdekaan Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut terus dipakai, kemudian pada 26 februari 1946 di syahkan dan mulai berlaku pada waktu itu.Pada waktu itu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini tidak berlaku pada semua wilayah Indonesia seperti Jakarta Raya, Sumatera Timur, Indonesia Timur dan Kalimantan Barat, daerah tersebut memakai "Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie”. Maka dengan demikian pada waktu itu Indonesia mempunyai dua KUHP, karena dirasa ganjil dengan dua KUHP di Indonesia.

Maka dikeluarkan Undang-Undang No. 73/1958 (LN No. 127/1985) yang dalam pasal 1 di tetapkan, bahwa Undang-Undang RI No. 1/1946 mulai 29 september 1958 di nyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Berarti bahwa mulai hari itu yang berlaku hanya satu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana saja.






Sejarah KUHPerdata


Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di Negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum Perdata Prancis (code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi ( Corpus Juris Civilis ) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna . KUHperdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketua oleh Mr. J.M Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain dari hokum Belanda kuno. Kodifikasi KUH Perdata selesai pada 5 juli 1830, namun diberlakukan di Negeri Belanda pada 1 oktober 1838. Pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang ( WVK / Wetboek Van koophandel). Pada tanggal 31 oktober 1837 Scholten Van Oud A.A Van Vloten dan Mr. Meyer masing- masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. Scholten Van Oud dan Haarlem lagi, tetapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasikan KUH Perdata Indonesia berdasarkan Asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUHPerdata Indonesia.Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 april 1847 melalui Statblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 januari 1848.Kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan- kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne , Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya , ia juga turut berjasa dalam kodifikasi tersebut .Asas Konkordasi adalah asas dimana hukum yang berlaku dinegara penjajah berlaku juga dinegara jajahannya.










        Sejarah tata negara indonesia

Tata kenegaraan pada tanggal 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949
Bentuk Negara
Bentuk Negara Republik Indonesia pada kurun waktu 18  Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 adalah Negara Kesatuan dengan system pemerintahan presidensiil.
Landasan yuridisnya antara lain ;
a.       Pembukaan UUD 1945 alinea 4, yang berbunyi ;
“ … melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Hal tersebut menunjukkan satu kesatuan bangsa Indonesia dan satu kesatuan wilayah Indonesia.
b.      Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ;
Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kata Kesatuan dalam pasal tersebut menunjukkan bentuk negara, sedangkan Republik menunjukkan bentuk pemerintahan.
 Lembaga-lembaga yang terbentuk dan kepala Negara
Menurut UUD 1945, seperti telah disebutkan di atas bahwa kekuasaan – kekuasaan dalam negara dikelola oleh lima lembaga, yaitu ;
a.       Legislatif, yang dilakukan oleh DPR,
b.      Eksekutif, yang dijalankan oleh Presiden,
c.       Konsultatif, yang dijalankan oleh DPA,
d.      Eksaminatif (mengevaluasi ), kekuasaan inspektif ( mengontrol ),atau kekuasaan auditatif ( memeriksa ), yang dijalankan oleh BPK,
e.       Yudikatif, yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.

Pembagian kekuasaan pada masa UUD 1945 kurun waktu 18  Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 belum berjalan sebagaimana mestinya, disebabkan belum terbentuknya lembaga – lembaga Negara seperti yang dikehendaki UUD 1945. Pada kurun waktu itu hanya ada presiden, wakil presiden,dan menteri – menteri, serta KNIP. Sejak tanggal 18  Agustus 1945 sampai 16 Oktober 1945 segala kekuasaan baik eksekutif, legislative dan yudikatif dijalankan oleh satu badan atau lembaga, yaitu presiden dibantu oleh KNIP. Kekuasaan presiden yang demikian luas itu berdasarkan pasal IV aturan peralihan UUD 1945. Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden nomor X tanggal 16 Oktober 1945 terjadi pembagian kekuasaan dalam 2 badan, yaitu kekuasaan legislative dijalankan oleh KNIP dan kekuasaan – kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih tangan perdana menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintaha parlementer

kabinet yang di gunakan
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuanganmempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X padatanggal 16 Oktober 1945  memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal14 November 1945  dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama,sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agardianggap lebih demokratis


Selayang Pandang Sejarah KUHD
Pembagian Hukum Privat (Sipil) ke dalam Hukum Perdata dan Hukum Dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah dari Hukum Dagang.
Bahwa pembagian tersebut bukan bersifat asasi, dapatlah kita lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang menyatakan, bahwa peraturan-peraturan KUHPer dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam penyelesaian soal-soal yang semata-semata diadakan oleh KUHD itu.
Kenyataan-kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi ialah:
a.    Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidaklah ditetapkan dalam KUHD, tetapi diatur dalam KUHPer;
b.    Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.
Adapun perkembangan Hukum Dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan di Eropa, kira-kira dari tahun 1000 sampai tahun 1500. Asal mula perkembangan hukum ini dapat kita hubungkan dengan terjadinya kota-kota di Eropa Barat. Pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, Venesia, Marseille, Barcelona, dan lain-lain). Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak dapat menyelesaikan seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Oleh karena itulah di kota-kota Eropa Barat disusun peraturan-peraturan hukum baru yang berdiri sendiri di samping Hukum Romawi yang berlaku.
Hukum yang baru ini berlaku bagi golongan pedagang dan disebut Hukum Perdagangan (Koopmansrecht). Kemudian pada abad ke-16 dan ke 17 sebagian besar kota di Perancis mengadakan pengadilan-pengadilan istimewa khusus menyelesaikan perkara-perkara di bidang perdagangan (pengadilan pedagang).
Hukum pedagang ini pada mulanya belum merupakan unifikasi, berlakunya suatu sistem hukum untuk seluruh daerah, karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah mempunyai hukum perdagangannya sendiri-sendiri yang berlain-lainan satu sama lainnya.
Kemudian disebabkan bertambah eratnya hubungan perdagangan antar daerah, maka dirasakan perlu adanya suatu kesatuan hukum di bidang Hukum Pedagang ini.
Oleh karena itu, di Perancis pada abad ke 17 diadakanlah kodifikasi dalam hukum pedagang. Menteri Keuangan dari Raja Louis XIV (1643-1715) yaitu Colbert membuat suatu peraturan yaitu Ordonance du Commerce (1673).
Peraturan ini mengatur hukum pedagang itu sebagai hukum untuk golongan tertentu yakni kaum pedagang. Ordonnance du Commerce ini dalam tahun 1681 disusul dengan suatu peraturan lain yakni Ordonnance de la Marine, yang mengatur hukum perdagangan laut (untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan).
Pada tahun 1807 di Perancis di samping adanya Code Civil des Francais, yang mengatur Hukum Perdata Perancis, telah dibuat lagi suatu Kitab Undang-undang Hukum Dagang tersendiri, yakni Code de Commerce.
Dengan demikian pada tahun 1807 di Perancis terdapat Hukum Dagang yang dikodifikasikan dalam Code de Commerce yang dipisahkan dari Hukum Perdata yang dikodifikasikan dalam Code Civil. Code de Commerce ini memuat peraturan-peraturan hukum yang timbul dalam bidang perdagangan sejak zaman pertengahan. Adapun yang menjadi dasar bagi penyusun Code de Commerce (1807) itu ialah antara lain Ordonnance du Commerce (1673) dan Ordonnance de la Marine (1681) tersebut.
Kemudian kodifikasi-kodifikasi hukum Perancis tahun 1807 (yakni Code Civil dan Code de Commerce) dinyatakan berlaku juga di Netherlans sampai tahun 1838.
Dalam pada itu, pemerintah Netherlands menginginkan adanya Hukum Dagang sendiri, dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 kitab, akan tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan, akan tetapi perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa.
Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya, berdasarkan asas konkordansi, maka KUHD Netherlands 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD Indonesia 1848.
Pada akhir abad ke 19, Prof. Molegraaff merencanakan suatu Undang-undang Kepailitan yang akan menggantikan Buku III dari KUHD Netherlands. Rancangan Molengraaf ini kemudian berhasil dijadikan Undang-undang Kepailitan tahun 1893 (berlaku pada 1896).
Dan berdasarkan asas konkordansi pula, perubahan ini diadakan juga di Indonesia pada tahun 1906. Pada tahun 1906 itulah Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri (di luar KUHD). Sehingga semenjak tahun 1906 KUHD Indonesia hanya terdiri dari atas dua kitab saja, yakni Kitab I yang berjudul : tentang Dangang Umumnya dan Kitab II berjudul : tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran.
Dikutip Dari Buku C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006

SEJARAH HUKUM DI INDONESIA

dian junaidi
Jumat, 27 April 2012
SEJARAH HUKUM DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN

 1.1 LATAR BELAKANG
      Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi,[1] yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

 BAB II
PEMBAHASAN

 2.1 ISI
      Hubungan antara politik dan hukum sangatlah erat kaitanya. Antara politik dan hukum terdapat hubungan bahwa hukum yang ada itu adalah putusan politik.Undang- Undang Dasar di Indonesia di buat oleh Majelis PermusyawaratanRakyatyang merupakan lembaga politik , demikian juga dengan peraturan- peraturanyang lainnya di buat berdasarkan putusan politik. Dalam kenyataan sehari-hari apayang telah di atur secara formal atau secara hukum itu tidak selalu di ikuti, naunterkadang juga banyak di langgar oleh para pembuat hukum itu sendiri sebagaimbanasering terlihat pada waktu seseorang atau satu golongan/kelompok memksakankekuasaannya dengan jalan kekerasan tanpa mengindahkan peraturan permainan politik. Padahal seharusnya hukum positif itu adalah merupakan outputdari suatusystem politik yang berlaku dengan mengkonversiinput yang masuk atau tersediamelalui proses politik. Input itu berupa aspirasi masyarakat berupa tuntutan dandukungan. Bila kita melihat perkembangan sejarah politik di Indonesia maka akan Nampak jelas bagaimana hukum di bentuk atas persetujuan politik oleh para penguasa. Hukum akan mengikuti bagi siapa saja yang berkuasa. Di Indonesia, yang paling menonjol terdapat tiga golongan sejarah politik hukum di Indonesia yakni pada era politik Soekarno (masa orde lama), era politik Soeharto (masa orde baru),dan era reformasi (dari setelah orde lama hingga sekarang). Berikut ini akan di bahasmengenai ringkasan sejarah singkat politik hukum di Indonesia beserta perbandingandi antara ketiga era politik tersebut.

 BAB III
PENUTUP

 3.1 KESIMPULAN
     Sejarah adalah refleksi kehidupan manusia. Sejarah bukan hanya menghapal tanggal tahun peristiwa” penting. Sejarah bukan cuma mengingat nama tokoh” besar. Sejarah bukanlah sekedar mengetahui nama” manusia purba. Sejarah juga tak melulu kisah heroik seorang pahlawan membela bangsanya. Tapi juga apa yang dilakukan bangsa kita dalam rangka mengatur kehidupan rakyatnya (menciptakan aturan-aturan/hukum) pada masa lalu, kemarin dan beberapa tahun kebelakang itu juga merupakan sejarah. 


SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia http://www.lbh-makassar.org/sejarah-hukum-perkembangan-hukum-dalam-sistem-hukum-dan-peradilan-di-indonesia.html
Diposkan oleh dian junaidi di 06:32

pengertian hukum menurut para ahli

# VAN KAN
Hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusai di dalam masyarakat. Peraturan dalam menjalankan kehidupan diperlukan untuk melindungi kepentingan dengan tertib


# UTRECHT
Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah


# WIRYONO KUSUMO
Hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi. Sedangkan tujuan dari hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan ketertiban dalam masyarakat.


# MOCHTAR KUSUMAATMADJA
Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, dan juga mencakupi lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.


# LILY RASJIDI
Hukum bukan sekedar merupakan norma melainkan juga institusi .


# SOETANDYO WIGJOSOEBROTO
Bahwa tidak ada yang konsep tunggal mengenai apa yang disebut hukum itu. Karena sebenarnya hukum terdiri dari 3 konsep: hukum sebagai asas moralitas, hukum sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu, dan  yang ketiga, hukum dikonsepkan sebagai institusi yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan bermasyarakat.


# A.L GOODHART
Hukum adalah keseluruhan dari peraturan yang dipakai oleh pengadilan.


# AUSTIN
Hukum adalah tiap-tiap undang-undang positif yang ditentukan secara langsung atau tidak langsung oleh seorang pribadi atau sekelompok orang yang berwibawa bagi seorang anggota atau anggota-anggota suatu masyarakat politik yang berdaulat, dimana yang membentuk hukum adalah yang tertinggi.



# HANS KELSEN
Hukum adalah sebuah ketentuan sosial yang mengatur perilaku mutual antar manusia, yaitu sebuah ketentuan tentang serangkaian peraturan yang mengatur perilaku tertentu manusia dan hal ini berarti sebuah sistem norma. Jadi hukum itu sendiri adalah ketentuan


# MARX
Hukum adalah pengemban amanat kepentingan ekonomi para kapitalis yang tidak segan memarakkan kehidupannya lewat exploitasi- exploitasi yang luas. Sehingga hukum bukan saja berfungsi sebagai fungsi politik saja akan tetapi juga sebagai fungsi ekonomi.


# MONTESQUIEU
Hukum merupakan gejala sosial dan bahwa perbedaan hukum disebabkan oleh perbedaan alam, sejarah, etnis, politik, dan faktor-faktor lain dari tatanan masyarakat. Oleh karena itu hukum suatu bangsa harus dibandingkan dengan hukum bangsa lainnya


# BAMBANG SUNGGONO
Hukum adalah sebagai subordinasi atau merupakan produk dari kepentinga-kepentingan politik


# THOMAS AQUINAS
Hukum adalah perintah yang berasal dari masyarakat, dan jika ada pelanggaran atas hukum, si pelanggar akan dikenai sanksi oleh tetua masyarakat bersama sama dengan seluruh anggota masyarakatnya


# LEON DUGUIT
Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai  jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu


# IMMANUEL KANT
Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.


# S.M. AMIN, S.H.
Hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi


# J.C.T. SIMORANGKIR, S.H. dan WOERJONO SASTROPRANOTO, S.H.
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.


# M.H. TIRTAATMIDJA, S.H.
Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mestinya mengganti kerugian - jika melanggar aturan-aturan itu - akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya


1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).

4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.

5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.

7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.

8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.

10. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.

11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.

12. M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.

13. J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.

14. Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

15. Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.

16. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.

b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.

c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.

d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.

e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.

f. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa.

g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.

h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.

17. Otje Salman, S.H.: dilihat dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau memberi arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai berikut:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.

b. Hukum sebagai disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik hukum).

c. Hukum sebagai kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana.

d. Hukum sebagai Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.

e. Hukum sebagai tata hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia).

f. Hukum sebagai petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.

g. Hukum sebagai keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu Instansi atau lembaga negara.

h. Hukum sebagai proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.

i. Hukum sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan oleh para pembentuk dan pelaksana hukum.

j. Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan oleh anggota dan pemuka masyarakat.

k. Hukum sebagai nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).

l. Hukum sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap lingkungannya; ahli karikatur.
•    Menurut Daliyo, dkk
Hukum pada dasarnya adalah peraturan tingkah laku manusia, yang diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa, harus dipatuhi, dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut (sanksi itu pasti dan dapat dirasakan nyata bagi yang bersangkutan)
Hukum objektif adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara sesama anggota masyarakat. Dari sini berkembang pengertian hubungan hukum, yaitu hubungan antar sesama anggota masyarakat yang diatur oleh hukum, dan subyek hukum, yaitu masing-masing anggota masyarakat yang saling mengadakan hubungan hukum.
•    Van Vanenhoven
Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan berbenturan tanpa henti dari gejala-gejala lain.
•    Prof. Soedkno Mertokusumo
Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
•    Mochtar Kusumaatmadja
Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat.
•    Aristoteles
Sesuatu yang berbeda dari sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
•    Hugo de Grotius
Peraturan tentang tindakan moral yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang kemerdekaan (law is rule of moral action obligation to that which is right).
•    Leon Duguit
Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
•    Immanuel Kant
Keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
•    Roscoe Pound
Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan hukum merupakan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif Law as a tool of social engineering.
•    John Austin
Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.
•    Karl Von Savigny
Aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat
•    Holmes
Apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.
•    Soerjono Soekamto
Mempunyai berbagai arti:
1. Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hukum
2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan
3. Hukum dalam arti kadah atau norma
4. Hukum dalam ari tata hukum/hukum positf tertulis
5. Hukum dalam arti keputusan pejabat
6. Hukum dalam arti petugas
7. Hukum dalam arti proses pemerintah
8. Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg 9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai
- Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De Legibus”:
Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.

-  Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625:
Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.
-   J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa :
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.

-    Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.

-  Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.

-   Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

- Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.

- E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.

-  R. Soeroso SH
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.

-  Abdulkadir Muhammad, SH
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.

-    Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15):
Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.


PIH

BAB I
PENGERTIAN TENTANG PENGANTAR ILMU HUKUM
A.Pengertian Dari Segi Pengantar
PIH (Pengantar Ilmu Hukum) terdiri dari kata pengantar dan ilmu hukum dan bila dikehendaki dapat dibagi lagi menjadi ilmu dan hukum.
Pengantar berarti membawa ketempat yang dituju, dalam bahasa belanda diartikan Inleiding dan dalam bahasa inggris introduction yang berarti memperkenalkan, Dalam hal ini yang diperkenalkan adalah ilmu hukum, Maka PIH (Pengantar Ilmu Hukum) merupakan basis leervak/mata pelajaran dasar yang tidak boleh ditinggalkan dalam mempelajari masalah dan cabang-cabang ilmu hukum.
B. Pengertian Dari Segi Ilmu Hukum
Ilmu Hukum tidak hanya membicarakan mengenai peraturan undang-undang saja melainkan juga filsafatnya. Jadi ilmu hukum tidak hanya mempersoalkan suatu tatanan hukum tertentu yang berlaku disuatu negara, Dapat disingkat bahwa subyek hukum dari ilmu hukum adalah hukum. Jadi hukum sebagai suatu fenomena dalam kehidupan manusia dimana saja dan kapan saja. Dengan demikian hukum itu dapat dilihat sebagai fenomena universal dan bukan lokal atau regional.
Mengenai arti dan apakah ilmu hukum itu ada beberapa pendapat dari pakar hukum antara lain:
a.Cross, Memberikan definisi,bahwa Ilmu hukum adalah segala pengetahuan hukum yang mempelajari hukum, dalam segala bentuk dan manifestasinya.
b.Curzon, Berpendapat Bahwa, Ilmu Hukum adalah suatu ilmu pengetahuan yang mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum.
Demikian pula ada yang mengatakan bahwa ilmu hukum adalah ilmu yang berusaha menjelaskan tentang keadaan.
C. Cabang-Cabang Ilmu Hukum Yang Termasuk Ilmu Hukum
Beberapa penulis memberikan pandangan yang berbeda-beda antara lain sebagai berikut:
1. J Van Apeldoorn berpendapat,Bagian ilmu hukum terdiri dari:
•Sosiologi hukum
•Sejarah hukum
•Perbandingan hukum
2. W.L.G. Lemaire berpendapat,bagian dari ilmu hukum terdiri dari:
•Ilmu Hukum positif
•Sosiologi hukum
•Perbandingan hukum
•Sejarah hukum
3. Prof.Lie Oen Hock,SH berpendapat,bagian dari ilmu hukum terdiri dari:
•Ilmu hukum positif
•Sosiologi hukum
•Sejarah hukum
•Perbandingan hukum
•Ilmu hukum dogmatik atau ilmu hukum sistematis
Dari pengertian diatas dapat dikatakan secara singkat bahwa ilmu hukum adalah suatu pengetahuan yang obyeknya adalah hukum dan yang khusus mengajarkan perihal hukum dalam segala bentuk manifestasinya, Ilmu hukum sebagai ilmu kaidah,ilmu hukum sebagai ilmu pengertian dan ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan
Untuk mengatakan secara langsung apakah PIH (Pengantar Ilmu Hukum) itu tidaklah mudah.
Dr.Soedjono Dirdjosisworo,SH menyatakan bahwa PHI (Pengantar Ilmu Hukum) kerap kali oleh dunia studi hukum dinamakan Encyclopedie hukum, Yang merupakan pengantar (Inleiding atau inroduction) untuk ilmu pengetahuan hukum , Ilmu pengetahuan yang berusaha menjelaskan tentang keadaan,inti,maksud dan tujuan dari bagian-bagian penting dari hukum.
I . Sejarah Singkat Dan Peran Pengantar Ilmu Hukum
A. Sejarah Singkat Pengantar Ilmu Hukum
Pengantar Ilmu hukum tidak tercipta begitu saja tetapi mempunyai sejarah tersendiri,Pengantar ilmu hukum berasal dari terjemahan bahasa belanda”Inleiding tot de rechtswetenschap”istilah ini dipakai tahun 1920 dan dimasukkan dalam Hoger Onderwijs Wet,atau undang-undang Perguruan Tinggi di negeri Belanda.
Inleiding tot de rechtswetenschap ini adalah sebagai pengganti dari istilah”Encyclopaedie der rechtswetenschap yaitu suatu istilah yang di pergunakan di negeri belanda.
Di Indonesia sendiri Inleiding tot de rechtswetenschap telah dikenal sejak tahun 1942 dengan didirikannya Rechts Hoge School ( Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia.
Sedangkan untuk Pengantar ilmu Hukum pertama kali dipergunakan di perguruan tinggi Universitas Gajah Mada pada tanggal 3 Maret 1946.
B. Peran Dan Fungsi PIH
1.    Memberikan introduksi atau memperkenalkan segala masalah yang berhubungan dengan hukum.
2.    Berusaha untuk menjelaskan tentang keadaan,inti,maksud dan tujuan dari bagian-bagian yang penting dari pada hukum.
3.    Memperkenalkan ilmu hukum yaitu pengetahuan yang mempelajari segala seluk- beluk daripada hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya.
4.    Merupakan dasar dalam rangka studi hukum,Tanpa memahami Pengantar Ilmu Hukum secara tuntas dan seksama tidak akan dapat diperoleh pengertian yang baik tentang berbagai cabang Ilmu Hukum.Dengan demikian sudah tepatlah apabila Pengantar Ilmu Hukum juga dinamakan Basis Leervak atau mata kuliah dasar dari pelajaran hukum.
5.    Mengkualifikasikan mata pelajaran pendahuluan kearah ilmu pengetahuan hukum pada tingkat persiapan.
II . Kedudukan Pengantar ilmu Hukum Diantara Ilmu Sosial Lainnya
A. Ditinjau Dari Segi Ilmu Sosial
Ditinjau dari segi ilmu sosial pengantar ilmu hukum adalah suatu mata pelajaran yang merupakan pengantar kearah ilmu hukum.ilmu hukum ini termasuk ilmu sosial yang obyek penyelidikannya adalah tingkah laku manusia dan masyarakat dalam berbagai bentuknya,Oleh karenanya kedudukan pengantar ilmu hukum sejajar dengan ilmu-ilmu sosial lainnya.
B. Ditinjau Dari Segi Disiplin Hukum
Ditinjau dari segi disiplin hukum,Pengantar ilmu hukum merupakan salah satu bagian dari pada disiplin hukum bersama dengan:
•filsafat Hukum yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari pertanyaan-pertanyaan mendasar dari hukum atau tentng hakikat dari hukum dan dasar-dasar bagi kekuatan mengikat daripada hukum.
•Politik hukum yaitu disiplin hukum yang mengkhususkan diri pada usaha memerankan hukum dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan masyarakat tertentu.
Jadi kesimpulan dari Pengantar Ilmu hukum adalah sarana sarana meperkenalkan ilmu hukum. sebagai sarana maka PIH ( Pengantar Ilmu Hukum) menunjukan ilmu hukum secara keseluruhan.
Pengantar ilmu hukum mempelajari hukum dari segi ilmiahnya secara sentral dan universal.dikatakan universal karena pandangannya adalah kepada hukum yang berlaku kapan saja dan dimana saja tidak dibatasi dengan negara.
BAB II
ARTI DAN TUJAN HUKUM
A.Manusia Dan Masyarakat
Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia,maka untuk membicarakan hukum tidak dapat lepas membicarakan dari kehidupan manusia.
Setiap manusia mempunyai kepentingan,Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi.
Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya yang mengancam kepentingannya. Untuk itu ia memerlukan bantuan manusia lain dengan kerja sama dengan manusia lain akan lebih mudah keinginannya tercapai atau kepentingannya terlindungi.Ia akan lebih kuat menghadapi ancaman-ancaman terhadap kepentingannya yang demikian akan lebih terjamin perlindungannya apabila ia hidup bermasyarakat,Yaitu salah satu kehidupan bersama yang anggota-anggotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggotanya.
Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama yang terorganisir untuk mencapai dan merealisir tujuan bersama.
Tampak Seakan-akan manusia dan masyarakat dapat dipisahkan,Manusia sebagai individu dan manusia sebagai kelompok. Manusia sebagai individu itu pada dasarnya bebas dalam perbuatannya,tetapi dalam perbuatannya itu ia dibatasi oleh masyarakat.Masyarakat tidak akan membiarkan manusia individual berbuat semena-mena sehingga merugikan masyarakat,Boleh dikatakan manusia individual tidak kuasa menghadapi masyarakat.
Masyarakai itu merupakan tatanan sosial pisikologis,Manusia individual sadar akan adanya sesama manusia.Adanya sesama manusia didalam suasana kesadaran individu mempengaruhi pikiran,perasaan serta perbuatannya.
Dapat dikatakan bahwa tidak ada seorang manusia yang hidup seorang diri terpencil jauh dan lepas dari kehidupan bersama.Manusia tidak mungkin berdiri diluar atau tanpa masyarakat sebaliknya masyarakat tidak mungkin ada tanpa manusia.
Sudah menjadi sifat pembawaan bahwa manusia hanya dapat hidup dalam masyarakat.Manusia adalah makhluk sosial atau zoon politikon.Manusia dan masyarakat merupakan pengertian komplementer.
Jadi untuk menghadapi bahaya yang mengancam dirinya dan agar kepentingan- kepentingannya lebih terlindungi maka manusia hidup berkelompok dalam masyarakat.
Didalam masyarakat manusia selalu behubungan satu sama lain.Kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi,kontak atau hubungan satu sama lain.Kontak dapat berarti hubungan yang menyenangkan atau menimbulkan pertentangan atu konflik.
Mengingat akan banyaknya kepentingan tidak mustahil terjadi konflik atau bentrokan antara sesama manusia,karena kepentingan yang saling bertentangan.Konflik kepentingan itu terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya seseorang merugikan orang lain.
Gangguan kepentingan atau konflik harus dicegah atau tidak dibiarkan berlangsung terus-menerus karena akan mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat.Manusia akan selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan seimbang,Oleh karena itu keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu harus dipulihkan kekeadaan semula (restitutio in integrum).
Jadi manusia di dalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingannya.Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan terciptanya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan bagai mana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri.Pedoman,patokan atau untuk berperilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini di sebut norma atau kaedah sosial.
B.Pengertian Hukum
1.Beberapa Definisi Hukum
Menurut Prof.Mr.Dr.L.J.Van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul ”Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht”bahwa adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu.
Definisi tentang hukum adalah sangat sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakan yang sesuai dengan kenyataan,Kurang lebih dari 200 tahun yang lalu ”Immanuel Kant” pernah menulis sebagai berikut ’Masih juga para sarjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang hukum’.
Sesungguhnya ucapan Kant ini hingga kini masih berlaku,sebab telah banyak sarjana hukum mencari suatau batasan tetang hukum namun setiap pembatasan tentang hukum yang diperoleh belum pernah memberikan kepuasan.
Beberapa definisi hukum dari para sarjana hukum antara lain :
•Prof.Mr.E.M.Meyers : Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat,dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
•Leon Duguit : Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat,Aturan yang daya penggunannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.
Adapun sebabnya mengapa hukum itu sulit diberikan definisi yang tepat ialah karena hukum itu mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak sehingga tak mungkin tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu didalam satu definisi.
Namu jika kita ingin melihat hukum,Kita lalu berhadapan dengan satu kesulitan,Sesungguhnya kita dapat mengetahui adanya hukum itu bilamana kita melanggar,yakni pada waktu kita berhadapan dengan pihak penegak hukum.
Kiranya perlu diperhatikan bahwa hanyalah siapa yang berkali-kali belajar menimbang pendapat hukum yang satu terhadap pendapat hukum lain,Dengan menginsafi bahwa dalam hukum kedua-duanya pendapat itu ada juga sesuatu yang dapat dibenarkan,Hanyalah dia yang dapat menjadi sarjana Hukum.
Apabila kita meneliti benar-benar akan sukarlah bagi kita untuk memberi definisi tentang hukum,Sebab seperti telah dijelaskan para sarjana hukum sendiri belum dapat merumuskan suatu definisi hukum yang memuaskan semua pihak.
II.Tujuan Hukum
Tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian,Pikiran itu yang diucapkan dalam salah satu proloog dari hukum rakyat ”Franka Salis”Lex Salica,,Kira-kira 500 tahun sebelum masehi.
Apa yang kita sebut tertib hukum mereka menyebutnya saat itu damai (Vrede),Kejahatan berarti pelanggaran perdamaain (Vredebreuk) Penjahat dinyatakan tidak damai (vredeloos) di keluarkan dari perlindungan hukum.
Perdamaian dari perseorangan dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain.pertentangan ini akan menyebabkan pertikaian.Dan hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan secara teliti dan menuju peraturan yang adil,Artinya peraturan pada mana terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi,pada mana setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.
BAB III
SEBAGAI KAIDAH
Kaedah hukum melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yang sudah mendapat perlindungan dari kaedah-kaedah lain dan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari kaedah yang lain.
Kaedah hukum ditujukan kepada pelakunya yang kongkrit,yaitu pelaku pelanggaran yang nyata-nyata berbuat,bukan untuk penyempurnaan manusia.
Isi kaedah hukum itu ditujukan kepada sikap lahir manusia,Kaedah hukum mengutamakan perbuatan lahir.
Kaedah hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang seyogyanya atau seharusnya dilakukan.Pada hakekatnya kaedah hukum merupakan perumusan pendapat atau pandangan tentang bagaimana seharusnya atau seyogyanya seseorang bertingkah laku.Sebagai pedoman kaedah hukum bersifat umum dan pasif.
Kaedah hukum berisi kenyataan normatif, Das sollen,.. dan bukan berisi kenyataan alamiah atau peristiwa kongkrit,Das Sein ,.. Barangsiapa siapa mencuri harus dihukum, ”Barang siapa membeli sesuata harus membayar”merupakan das sollen,Suatu kenyataan normatif dan bukan menyatakan sesuatu yang terjadi secara nyata,melainkan apa yang seharusnya atau seyogyanya terjadi.Kalau nyata-nyata telah terjadi seseorang mencuri,kalau nyata-nyata telah terjadi seseorang membeli sesuatau tidak membayar barulah terjadi kenyataan ilmiah,barulah terjadi peristiwa kongkrit das sein.
Telah dikemukakan bahwa kaedah hukum itu bersifat pasif,Agar kaedah hukum tetap befungsi pasif,agar kaedah hukum itu aktif atau hidup diperlukan rangsangan. Rangsangan untuk mengaktifkan kaedah hukum adalah peristiwa kongkrit (das Sein) dengan terjadinya peristiwa konkrit tertentu kaedah hukum baru dapat aktif.Karena kaedah hukumlah persiwa konkrit itu menjadi perisiwa hukum.Peristiwa hukum adalah peristiwa yang relevan bagi hukum,peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan akibat hukum atau peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan timbulnya atau lenyapnya hak dan kewajiban.
Tidak semua pelanggaran kaedah dapat dipaksakan sanksinya,Beberapa kewajiban tidak dapat dituntut pemenuhannya menurut hukum secara paksa.Ini terjadi misalnya dengan kewajiban yang berhubungan dengan apa yang dinamakan perikatan alamiah (Obligatio naturalis) ,suatu perikatan yang tidak ada akibat hukumnya.Jadi ada perikatan yang mempunyai akibat hukum,yang disebut perikatan perdata (Obligatio civilis).
Ada pelanggaran kaedah hukum tertentu yang tidak dikenakan sanksi ini merupakan penyimpangan atau pengecualian.Pelanggaran-pelanggaran ini merupakan perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam keadaan tertentu.Perbuatan-perbuatan ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok.
Pertama ialah Perbuatan yang pada hakekatnya merupakan pelanggaran kaedah hukum,tetapi tidak dikenekan sanksi karena dibenarkan atau mempunyai dasar pembenaran.(rechtvaardigings grond).termasuk perbuatan ini adalah keadaan darurat,pembelaan terpaksa,ketentuan undang-undang dan perintah jabatan.
•Kedua ialah perbuatan yang pada hakekatnya merupakan pelanggaran kaedah hukum,tetapi tidak dikenakan sanksi karena sipelaku pelanggaran dibebaskan dari kesalahan ( Schuldopheffings grond).perbuatan ini terjadi karena apa yang dinamakan force mayeur,overmacht atau keadaan memaksa.yaitu keadaan atau kekuatan diluar kemampuan manusia.
BAB IV
SUMBER HUKUM
Sumber hukum adalah tempat dimana kita dapat menemukan atau menggali hukum.
Kata sumber hukum sering digunakan dalam beberapa arti yaitu:
a. Sebagai asas hukum,sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,misalnya kehendak Tuhan,Akal manusia,Jiwa bangsa dan sebagainya.
b. Menunjukan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepada hukum yang sekarang berlaku.
c. Sebagai sumber berlakunya yang memberi kekuatan berlakunya secara formal kepada peraturan hukum.
d. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum.
e. Sebagai sumber terjadinya hukum/Sumber yang menimbulkan hukum.
Algra membagi sumber hukum menjadi dua yaitu sumber hukum materil dan sumber hukum formil.
Sumber hukum materiil ialah tempat dari mana materi hukum itu diambil.Sumber hukum materil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.
Sumber hukum formil ialah merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum.
Yang diakui umum sebagai sumber hukum formil ialah undang-undang ,perjanjian antar Negara,yurisprudensi dan kebiasaan.
Van Apeldoorn membedakan empat macam sumber hukum yaitu :
1. Sumber hukum dalam arti historis.
2. Sumber hukum dalam arti sosiologis.
3. Sumber hukum dalam arti filosofis.
4. Sumber hukum dalam arti formil.
Achmad Sanoesi membagi sumber hukum menjadi dua kelompok yaitu :
1. Sumber hukum normal ,yang dibaginya lebih lanjut menjadi :
a. Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan undang-undang yaitu:
- Undang-Undang
- Perjanjian antar Negara
- Kebiasaan
b. Sumber hukum normal yang tidak lansung atas pengakuan undang-undang yaitu:
- Perjanjian
- Doktrin
- Yurisprudensi
2. Sumber hukum abnormal yaitu :
- Proklamasi
- Revolusi
- Coup d’etat
1. UNDANG-UNDANG
Undang-undang dalam arti materiil yang dinamakan undang-undang merupakan keputusan atau ketetapan penguasa yang dilihat dari isinya disebut ubdang-undang dan mengikat setiap orang secara umum.
Undang-undang dalam arti formil ialah keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya disebut undang-undang. Jadi undang-undang dalam arti formal tidak lain merupakan ketetapan penguasa yang memperoleh sebutan undang-undang karena cara pembentukannya.
Undang-undang di sini identik dengan hukum tertutulis (ius scripta) sebagai lawan dari hukum yang tidak tertulis (ius non scripta). Pengertian hukum tertulis sama sekali tidak dilihat dari wujudnya yang ditulis dengan alat tulis.. dengan perkataan lain istilah tertulis tidak dapat kita artikan secara harfiah, namun istilah tertulis di sini dimaksudkan sebagai dirumuskan secara tertulis oleh pembentukan hukum khusus (speciali rechtsvormende organen).
A. Perundangan
Mengenai pengundangan tidak diatur dalam UUD tentang cara mengundangkan dan berlakunya undang-undang semula diatur dalam Peraturan Pemerintah No I tahun 1945 tentang cara mengundangkan dan berlakunya undang-undang dan peraturan.
Dalam konstitusi RIS ada ketentuan tentang pengundangan yaitu dimuat dalam pasal 143 KRIS yang berbunyi “
1. Undang-undang federal mengadakan aturan-aturan tentang mengeluarkan,mengumumkan dan mulai berlakunya undang-undang federal dan peraturan pemerintah.
2. Pengumuman terjadi dalam bentuk menurut undang-undang adalah syarat tunggal untuk kekuatan mengikat.
B. Kekuatan Berlakunya Undang-Undang
Kekuatan berlakunya undang-undang menyangkut kekuatan berlakunya undang-undang secara operasional. Ada tiga macam kekuatan berlaku yaitu kekuatan berlaku secara Yuridis,Sosiologis dan Filosofis.
- Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku secara Yuridis apabila persyaratan formal tebentuknya undang-undang itu telah terpenuhi.
- Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku sosiologis apabila efektivitas atau hasil guna kaedah hukum di dalam kehidupan bersama .
- Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (Rechtsidee) sebagai nilai positif yang tertinggi.
C. Ruang Lingkup Berlakunya Undang-Undang Menurut Waktu
Pada asasnya undang-undang hanya mengikat peristiwa yang kemudian terjadi setelah undang-undang itu diundangkan dan tidak berlaku surut.Asas bahwa undang-undang tidak berlaku surut dituangkan dal;am pasal 2 AB : Undang-undang hanya mengikat untuk waktu yang akan datang dan tidak mempunyai kekuatan berlaku surut.
D. Saat Dimulai Berlakunya Dan Berakhirnya Undang-Undang
Mulai berlakunya undang-undang dapat juga ditentukan dalam undang-undang itu sendiri yaitu :
- Pada saat diundangkannya.
- Pada tanggal tertentu.
- Ditentukan berlaku surut.
- Bahwa berlakunya akan ditentukan kemudian atau dengan peraturan lain.
Undang-undang berakhir karena :
- Ditentukan dalam undang-undang itu sendiri.
- Di cabut secara tegas.
- Undang-undang lama bertentangan dengan undang-undang baru.
- Timbulnya hukum kebiasaan yang bertentangan dengan undang-undang atu undang-undang tidak di taati.
E. Ruang Lingkup Berlakunya Undang-Undang Menurut Tempat Dan Orang
Mengenai ruang lingkup berlakunya undang-undang menurut tempat atu orang ada tiga kemungkinan :
1. Undang-undang berlaku bagi setiap orang dalam wilayah Negara tanpa membedakan kewarganegaraan orang yang ada dalam wilayah negara tersebut.
2. Undang-undang berlaku bagi orang yang ada baik dalam suatu wilayah Negara maupun di luarnya.
F. Undang-Undang Tidak Dapat Di Ganggu Gugat
Undang-undang tidak dapat diganggu gugat ,maka tidak ada hak pada hakim untuk menguji atau mengkaji undang-undang.
Dengan demikian yang boleh diuji hanyalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari undang-undang,jadi undang-undang tidak boleh diuji yang berarti tidak boleh diganggu gugat.
2. KEBIASAAN
Kebiasaan atau tradisi adalah sumber hukum yang tertua, Sumber dari mana dikenal atau dapat digali sebagian dari hukum diluar undang-undang ,Tempat kita dapat menemukan atau menggali hukum.
Meskipun dikatakan diatas bahwa kebiasaan merupakan sumber hukum tertua namun dalam perkembangannya undang-undang pernah merupakan satu-satunya sumber hukum.
Dasarnya Pasal 27 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman di Indonesia mengatur bahwa: hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Dalam penjelasan otentik pasal di atas dikemukakan bahwa dalam masyarakat yang masih mengenal hukum yang tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia harusterjun ke tengah-tengah masyarakatnya untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Ada beberapa persyaratan untuk menjadi hukum kebiasaan yaitu:
1. Syarat materil adanya kebiasaan atau tingkah laku yang tetap atau diulang yaitu suatu rangkaian perbuatan yang sama yang berlangsung untuk beberapa waktu lamanya.
2. Syarat intelektual kebiasaan itu harus menimbulkan opinio necessitates (keyakinan umum) bahwa perbuatan itu merupakan kewajiban hukum.
3. Adanya akibat hukum apabila hukum kebiasaan itu dilanggar.
Hukum kebiasaan mempunyai kelemahan karena hukum kebiasaan bersifat tidak tertulis oleh karena itu tidak dirumuskan secara jelas dan pada umumnya sukar menggalinya.
3. PERJANJIAN INTERNASIONAL
Perjanjian Internasional atau treaty juga merupakan salah satu sumber hukum dalam arti formal. Dikatakan demikian oleh karena treaty itu harus memenuhi persyaratan formal tertentu agar dapat diterima sebagai treaty atau perjanjian internasional.
Dasar hukum treaty: Pasal 11 ayat (1 & 2) UUD 1945 yang berisi :
1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain.
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan /atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR
4. YURISPRUDENSI
Pengertian yurisprudensi di Negara-negara yang hukumnya Common Law (Inggris atau Amerika) sedikit lebih luas, di mana yurisprudensi berarti ilmu hukum. Sedangkan pengertian yurisprudensi di Negara-negara Eropa Kontinental (termasuk Indonesia) hanya berarti putusan pengadilan. Adapun yurisprudensi yang kita maksudkan dengan putusan pengadilan, di Negara Anglo Saxon dinamakan preseden.
Sudikno mengartikan yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkret terhadap tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh suatu Negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapa pundengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.
Walaupun demikian, Sudikno menerima bahwa di samping itu yurisprudensi dapat pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuat dalam putusan. Juga yurisprudensi dapat berarti putusan pengadilan. Yurisprudensi dalam arti sebagai putusan pengadilan dibedakan lagi dalam dua macam :
a. Yurisprudensi (biasa), yaitu seluruh putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan pasti, yang terdiri dari :
1. Putusan perdamaian;
2. Putusan pengadilan negeri yang tidak di banding;
3. Putusan pengatilan tinggi yang tidak di kasasi;
4. Seluruh putusan Mahkamah Agung.
b. Yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie), yaitu putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim lain dalam perkara sejenis.
5. DOKTRIN
Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya merupakan sumber hukum, terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada pakar tersebut.
Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang paling penting.
6. PERJANJIAN
Perjanjian adalah satu perbuatan hukum yang berisi dua yang didasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.Namun demikian perjanjian tidak merupakan satu perbuatan hukum akan tetapi merupakan hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Perjanjian hendaknya dibedakan dengan janji meskipun janji itu didasarkan kata sepakat,namun kata sepakat itu tidak menimbulkan akibat hukum.Ada beberapa unsur perjanjian yaitu :
Pertama Unsur perjanjian harus ada bagi terjadinya perjanjian yang disebut essentialia.Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah. Syarat-syarat sahnya perjanjian ialah adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak,kecakapan para pihak,obyek tertentu dan kausa atau dasar yang halal.
Kedua Unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian yaitu unsur yang dapat diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian.
Ketiga adalah unsur yang harus dimuat atau disebut secara tegas dalam perjanjian yang dinamakan accidentalia. Unsur ini harus secara tegas diperjanjikan.
7. KESADARAN HUKUM
Menurut mazab historis satu-satunya sumber hukum adalah kesadaran hukum suatu bangsa. Kesadaran hukum merupakan pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu, Konsekuensinya ialah bahwa tidak ada ukuran tentang isi hukum yang berlaku obyektif yaitu yang dapat diterima oleh setiap orang secara ilmiah.
Menurut Paul Scholten kesadaran hukum merupakan suatu kategori yaitu pengertian yang oprioristis umum tertentu dalam hidup kejiwaan kita yang menyebabkan kita dapat memisahkan antara hukum dan kebatilan yang tidak ubahnya dengan benar dan tidak benar dan baik dan buruk.