Selasa, 25 September 2012

tugas bu tuti

Sejarah Singkat KUHP
Sejarah hukum pidana yang tertulis di Indonesia di mulai sejak kedatangan Belanda. Pada tahun 1886 Belanda membuat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri Yaitu ,,Nederlandsch Wetboek Van Strafrecht’’ dan untuk Indonesia waktu itu di buatkan juga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk masing-masing golongan yang ada di Indonesia, yaitu :

1."Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie” untuk golongan penduduk Eropa, di tetapkan dengan. "Koninklijk Besluit” 10 februari 1866, berisi hanya kejahatan-kejahatan saja

2."Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie” untuk golongan penduduk Bumipetera dan Timur Asing, ditetapkan dengan "Ordonnantie” 6 mei 1872, berisi hanya kejahatan-kejahatan saja

3."Algemeene Politie Strafreglement” untuk golongan Eropa, di tetapkana dengan "Ordonanntie’’ 15 juni 1872, berisi hanya pelanggaran-pelanggaran saja

4."Algemene Politie Strafreglement” untuk golongan Bumiputera dan Timur Asing, ditetapkan dengan "Ordonnantie’’ 15 juni 1872, berisi hanya pelanggaran-pelanggaran saja.


Ke empat buku ini di satukan mulai 1 januari 1918 diganti dengan satu buku saja yaitu "Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie” yang baru dan di keluarkan dengan "Koninklijk Besluit” 15 oktober 1915 No. 33 (Stbl.1915 No.732).

Semenjak hari proklamasi kemerdekaan Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut terus dipakai, kemudian pada 26 februari 1946 di syahkan dan mulai berlaku pada waktu itu.Pada waktu itu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini tidak berlaku pada semua wilayah Indonesia seperti Jakarta Raya, Sumatera Timur, Indonesia Timur dan Kalimantan Barat, daerah tersebut memakai "Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie”. Maka dengan demikian pada waktu itu Indonesia mempunyai dua KUHP, karena dirasa ganjil dengan dua KUHP di Indonesia.

Maka dikeluarkan Undang-Undang No. 73/1958 (LN No. 127/1985) yang dalam pasal 1 di tetapkan, bahwa Undang-Undang RI No. 1/1946 mulai 29 september 1958 di nyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Berarti bahwa mulai hari itu yang berlaku hanya satu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana saja.






Sejarah KUHPerdata


Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang dikenal dengan istilah Burgerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di Negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum Perdata Prancis (code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi ( Corpus Juris Civilis ) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna . KUHperdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketua oleh Mr. J.M Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain dari hokum Belanda kuno. Kodifikasi KUH Perdata selesai pada 5 juli 1830, namun diberlakukan di Negeri Belanda pada 1 oktober 1838. Pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang ( WVK / Wetboek Van koophandel). Pada tanggal 31 oktober 1837 Scholten Van Oud A.A Van Vloten dan Mr. Meyer masing- masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. Scholten Van Oud dan Haarlem lagi, tetapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasikan KUH Perdata Indonesia berdasarkan Asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUHPerdata Indonesia.Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 april 1847 melalui Statblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 januari 1848.Kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan- kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne , Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya , ia juga turut berjasa dalam kodifikasi tersebut .Asas Konkordasi adalah asas dimana hukum yang berlaku dinegara penjajah berlaku juga dinegara jajahannya.










        Sejarah tata negara indonesia

Tata kenegaraan pada tanggal 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949
Bentuk Negara
Bentuk Negara Republik Indonesia pada kurun waktu 18  Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 adalah Negara Kesatuan dengan system pemerintahan presidensiil.
Landasan yuridisnya antara lain ;
a.       Pembukaan UUD 1945 alinea 4, yang berbunyi ;
“ … melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Hal tersebut menunjukkan satu kesatuan bangsa Indonesia dan satu kesatuan wilayah Indonesia.
b.      Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ;
Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kata Kesatuan dalam pasal tersebut menunjukkan bentuk negara, sedangkan Republik menunjukkan bentuk pemerintahan.
 Lembaga-lembaga yang terbentuk dan kepala Negara
Menurut UUD 1945, seperti telah disebutkan di atas bahwa kekuasaan – kekuasaan dalam negara dikelola oleh lima lembaga, yaitu ;
a.       Legislatif, yang dilakukan oleh DPR,
b.      Eksekutif, yang dijalankan oleh Presiden,
c.       Konsultatif, yang dijalankan oleh DPA,
d.      Eksaminatif (mengevaluasi ), kekuasaan inspektif ( mengontrol ),atau kekuasaan auditatif ( memeriksa ), yang dijalankan oleh BPK,
e.       Yudikatif, yang dijalankan oleh Mahkamah Agung.

Pembagian kekuasaan pada masa UUD 1945 kurun waktu 18  Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 belum berjalan sebagaimana mestinya, disebabkan belum terbentuknya lembaga – lembaga Negara seperti yang dikehendaki UUD 1945. Pada kurun waktu itu hanya ada presiden, wakil presiden,dan menteri – menteri, serta KNIP. Sejak tanggal 18  Agustus 1945 sampai 16 Oktober 1945 segala kekuasaan baik eksekutif, legislative dan yudikatif dijalankan oleh satu badan atau lembaga, yaitu presiden dibantu oleh KNIP. Kekuasaan presiden yang demikian luas itu berdasarkan pasal IV aturan peralihan UUD 1945. Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden nomor X tanggal 16 Oktober 1945 terjadi pembagian kekuasaan dalam 2 badan, yaitu kekuasaan legislative dijalankan oleh KNIP dan kekuasaan – kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih tangan perdana menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintaha parlementer

kabinet yang di gunakan
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuanganmempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X padatanggal 16 Oktober 1945  memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal14 November 1945  dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama,sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agardianggap lebih demokratis


Selayang Pandang Sejarah KUHD
Pembagian Hukum Privat (Sipil) ke dalam Hukum Perdata dan Hukum Dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah dari Hukum Dagang.
Bahwa pembagian tersebut bukan bersifat asasi, dapatlah kita lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 KUHD yang menyatakan, bahwa peraturan-peraturan KUHPer dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam penyelesaian soal-soal yang semata-semata diadakan oleh KUHD itu.
Kenyataan-kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi ialah:
a.    Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidaklah ditetapkan dalam KUHD, tetapi diatur dalam KUHPer;
b.    Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.
Adapun perkembangan Hukum Dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan di Eropa, kira-kira dari tahun 1000 sampai tahun 1500. Asal mula perkembangan hukum ini dapat kita hubungkan dengan terjadinya kota-kota di Eropa Barat. Pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, Venesia, Marseille, Barcelona, dan lain-lain). Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak dapat menyelesaikan seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Oleh karena itulah di kota-kota Eropa Barat disusun peraturan-peraturan hukum baru yang berdiri sendiri di samping Hukum Romawi yang berlaku.
Hukum yang baru ini berlaku bagi golongan pedagang dan disebut Hukum Perdagangan (Koopmansrecht). Kemudian pada abad ke-16 dan ke 17 sebagian besar kota di Perancis mengadakan pengadilan-pengadilan istimewa khusus menyelesaikan perkara-perkara di bidang perdagangan (pengadilan pedagang).
Hukum pedagang ini pada mulanya belum merupakan unifikasi, berlakunya suatu sistem hukum untuk seluruh daerah, karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah mempunyai hukum perdagangannya sendiri-sendiri yang berlain-lainan satu sama lainnya.
Kemudian disebabkan bertambah eratnya hubungan perdagangan antar daerah, maka dirasakan perlu adanya suatu kesatuan hukum di bidang Hukum Pedagang ini.
Oleh karena itu, di Perancis pada abad ke 17 diadakanlah kodifikasi dalam hukum pedagang. Menteri Keuangan dari Raja Louis XIV (1643-1715) yaitu Colbert membuat suatu peraturan yaitu Ordonance du Commerce (1673).
Peraturan ini mengatur hukum pedagang itu sebagai hukum untuk golongan tertentu yakni kaum pedagang. Ordonnance du Commerce ini dalam tahun 1681 disusul dengan suatu peraturan lain yakni Ordonnance de la Marine, yang mengatur hukum perdagangan laut (untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan).
Pada tahun 1807 di Perancis di samping adanya Code Civil des Francais, yang mengatur Hukum Perdata Perancis, telah dibuat lagi suatu Kitab Undang-undang Hukum Dagang tersendiri, yakni Code de Commerce.
Dengan demikian pada tahun 1807 di Perancis terdapat Hukum Dagang yang dikodifikasikan dalam Code de Commerce yang dipisahkan dari Hukum Perdata yang dikodifikasikan dalam Code Civil. Code de Commerce ini memuat peraturan-peraturan hukum yang timbul dalam bidang perdagangan sejak zaman pertengahan. Adapun yang menjadi dasar bagi penyusun Code de Commerce (1807) itu ialah antara lain Ordonnance du Commerce (1673) dan Ordonnance de la Marine (1681) tersebut.
Kemudian kodifikasi-kodifikasi hukum Perancis tahun 1807 (yakni Code Civil dan Code de Commerce) dinyatakan berlaku juga di Netherlans sampai tahun 1838.
Dalam pada itu, pemerintah Netherlands menginginkan adanya Hukum Dagang sendiri, dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas 3 kitab, akan tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan, akan tetapi perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa.
Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya, berdasarkan asas konkordansi, maka KUHD Netherlands 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD Indonesia 1848.
Pada akhir abad ke 19, Prof. Molegraaff merencanakan suatu Undang-undang Kepailitan yang akan menggantikan Buku III dari KUHD Netherlands. Rancangan Molengraaf ini kemudian berhasil dijadikan Undang-undang Kepailitan tahun 1893 (berlaku pada 1896).
Dan berdasarkan asas konkordansi pula, perubahan ini diadakan juga di Indonesia pada tahun 1906. Pada tahun 1906 itulah Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri (di luar KUHD). Sehingga semenjak tahun 1906 KUHD Indonesia hanya terdiri dari atas dua kitab saja, yakni Kitab I yang berjudul : tentang Dangang Umumnya dan Kitab II berjudul : tentang Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit dari Pelayaran.
Dikutip Dari Buku C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006

2 komentar: