Jumat, 28 September 2012

Tugas PAI - makalah

Tidak semua orang memiliki keyakinan yang sama tentang adanya kebenaran dalam ilham, sebab yang menerima tidak dikategorikan sebagai nabi atau rasul. Akan tetapi, manakala ilham itu diceritakan oleh wahyu seperti ibu nabi musa menerima ilham dari tuhan, keyakinan atas kebenaran tersebut bukan pada ilhamnya, melainkan karena tertuang dalam al-quran yang diyakini sebagai wahyu.
Dalam perkembangan berikutnya, pengertian wahyu dengan ilham menjadi sama, sebagaimana terdapat dalam agama-agama filsafat atau agama budaya, yang diyakini sebagai agama bumi (al-ardh), meskipun istilah agama langit dan agama bumi (samawi dan ardhi) hayalan taksonomi yang subjektif disebabkan yang membaginya orang yang muslim atau yahudi dan nasrani. Dalam konteks filsafat, pembagian agama dengan istilah agama samawi dan agama ardhi justru mengecilkan arti sebuah pencarian kebenaran dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, intuisi dalam bentuk wahyu atau ilham adalah bagian penting dari lahirnya ilmu pengetahuan, terutama tentang kebaikan dan keburukan, dosa dan pahala, surga dan neraka, malaikat dan setan, dan semua itu diajarakan oleh agama samawi maupun agama ardhi.
Mengenai pengertian wahyu, ada perbedaan pendapat di kalangan ahli tafsir. Menurut bahasa, wahyu itu artinya bisikan, atau membisikan ke dalam hati, mengilhamkan atau isyarat yang cepat dan sangat rahasia. Menurut mana’ al-qathan (1973:32), yag dimaksud dengan wahyu adalah al-isyarah asy-syariah, yakin pesan-pesan allah yang disampaikan dengan jalan bisikan ke dalam sukma rasulullah saw. Sebagaimana wahyu disampaikan, isi semua wahyu hanya diketahui rasulullah saw, atas dasar pengetahuan yang diterima secara langsung dari allah swt. Oleh karena itulah, makna wahyu adalah bisikan yang tersembunyi, rahasia atau bishautin mujaradin.
Dibawah ini adalah beberapa makna wahyu yang diperkuat oleh ayat-ayat al-quran sebagaimana dikemukakan oleh mana’ al-qathan dalam mabahits fi ‘ulum al-quran :
1.    Wahyu diartikan pula dengan ilham yang diberikan kepada manusia, sebagaimana ilham diberikan kepada ibu nabi musa as, yang terdapat dalam surat al-qashash ayat tujuh;
2.    Wahyu dimaknakan sebagai ilham yang diberikan kepada hewan atau binatang sebagaimana allah memberi ilham, kepada lebah, yang dijelaskan dalam surat an-nahl ayat 68.
3.    Wahyu diartikan dengan isyarat yang cepat, sebgaimana terdapat dalam surat maryam ayat 1;
4.    Wahyu diartikan sebagai bisikan setan di dalam jiwa manusia dan perundingan, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-an’am ayat 112 dan 121;
5.    Wahyu adalah kalam allah kepada malaikt agar menjalankan perintah-Nya untuk disampaikan kepada para nabi dan orang-orang terpilih dan beriman, sebagaimana terdapat dalam surat al-anfal ayat 12.
Pemahaman tentang wahyu didasar pada pengertian-pengertian tersebut adalah :
a.    Allah swt memerintahkan malaikat untuk turun membawa titah allah tentang amr dan nahyu-Nya untuk manusia;
b.    Malaikat adalah para pesuruh allah yang bertugas menyampaikan semua perintah allah untuk manusia;
c.    allah swt membisikan suatu makna ke dalam hati orang yang dikehendaki-nya
d.    Allah swt memperdagangkan kalam-nya kepada siapa saja yang dikehendaki-nya tanpa perantara dan tanpa ada penampakan;
e.    Allah swt memerintahkan ruhul qudus dan ruhul amin, yakni jibril, agar membisikkan perintah-Nya kepada jiwa nabi.
Wahyu disampaikan kepada nabi muhammad saw dengan perantaraan ruhul qudus atau ruhul amin, yakni jibril. Wahyu adalah kalamullah yang terjaga dan terpelihara dari perubahan-perubahan karena campur tangan manusia. Wahyu sebagai isyarat yang cepat dan bisikan yang rahasia, muhammad sekalipun tidak akan mampu menerjemahkannya. Oleh karena itulah, hanya allah yang berhak memberitahukan makna-maknanya kepada muhham saw. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-hijr ayat 9:
Nabi Muhammad SAW megalami kejadian yang bermacam-macam ketika menerima wahyu, di antaranya ialah:
1.    Wahyu disampaika melalui mimpi Nabi Muhammad SAW.;
2.    Wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan cara dibisikan ke dalam jiwanya. Dalam hal ini, Allah berfirman dalam surat Asy-Syura ayat 51-52:
 
Artinya:
[42:51] Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. [42:52] Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

3.    Wahyu disampaikan dengan cara kedatangan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki, sedangkan Jibril penah datang kepada Nabi SAW sebagai orang laki-laki yang tampan;
4.    Wahyu datang kepada Nabi SAW melalui Jibril memperlihatkan rupanya yang asli dengan enam ratus sayap menutup langit;
5.    Wahyu disampaikan oleh Allah dengan cara membicarakanya secara langsung kepada Nabi SAW dibelakang hijab, baik dalam keadaan Nabi SAW sadar atau sedang terjaga, sebagaimana pada malam Isra’, atau Nabi SAW sedang tidur;
6.    Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang membawa wahyu Al-Qur’an. Menurut Amir Asy-Sya’bi, Israfil menyampaikan kalimat dan beberapa ketetepan kepada Nabi SAW selama tiga tahun, sesudah itu barulah Jibril datang membawa wahyu Al-Qur’an;
7.    Ketika Nabi Muhammad SAW  berada di atas langit pada malam Mi’raj, Allah SWT menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara malaikat, sebagaimana Alllah pernah berfirman secara langsung kepada Nabi Musa a.s.;
8.    Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara lebah; dan
9.    Wahyu disampaikan dengan cara gemerinci lonceng, yakni Nabi Muhammad mendengar suara lonceng sangat keras sehingga beliau tidak kuat menahan gemerincingnya. Menurut riwayat-riwayat yang sahih, Nabi SAW menerima wahyu yang datang dengan suara keras menyerupai suara lonceng. Dengan sangat berat keluar peluh dari Nabi SAW., meskipun ketika itu hari sangat dingin. Bahkan, unta yang sedang ditunggangi beliau menderum ke tanah. Pernah pula Nabi SAW  menerima wahyu dengan cara yang sama, ketika itu karena beratnya, beliau letakan pahanya di atas paha Zaid bin Tsabit dan Zaid pun merasakan betapa beratnya pada Nabi SAW. (Subhi Shalih, 1985:25)
Para orietalis, salah satunya H.A.R. Gibb dalam Muhammadenism (1989:28) memandang bahwa cara-cara penyampaian wahyu kepada Nabi Muhammad SAW merupakan cara-cara yang tidak masuk akal, dan ketika Muhammad ada dalam keadaan tidak sadar, bahkan menyatakan Muhammad terkena penyakit ayan dan “sawan” (lihat dalam Hasbi Ash-Shidieqie, Sejarah Ilmu Tafsi, halaman 23). Alasan-alasan orientalis berkaitan dengan hal itu adalah sebagai berikut.
1.    Wahyu yang disampaikan melalui mimpi. Dalam pandangan ilmu jiwa, orang yang sedang bermimpi adalah orang yang tidak sadar atau berada di dalam bawah sadar. Dengan demikian, sangat tidak logis jika orang yang sedang tidak sadar menerima pesan-pesan Tuhan dengan baik dan benar. Bahkan, dalam hukum Islam sendiri ditegaskan bahwa orang yang sedang tidur tidak termasuk sebagai orang yang wajib melaksanakan hukum atau hukum menjadi gugur disebabkan mukallaf sedang tidur;
2.    Wahyu disampaikan dengan gemerincing longceng, suara lebah, dan bisikan yang rahasia adalah kenaifan, karena  tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa Muhammad memahami bahasa lebah dan bahasa lonceng;
3.    Wahyu disampaikan secara langsung oleh Jibril dengan rupa aslinya, saat itu Muhammad ketakutan hingga tidak sanggup menerima kalimah wahyu. Dengan demikian, penyampaian wahyu dengan cara tersebut tidak komunikatif apalagi keadaan psikologis Muhammad terganggu dengan bentuk dan rupa Jibril yang asli yang menakutkan Muhammad;
4.    Wahyu disampaikan melalui Jibril yang menyerupakan seorang laki-laki, hal itu jelas bukan Jibril yang asli, sebab yang asli bukan seorang manusia. Dengan demikian, wahyu yang disampaikan tidak orisonal;
5.    Wahyu disampaikan oleh Tuhan secara langsung ketika Muhammad sedang Is’ra Mi’raj. Hal itu jelas tidak masuk akal, bahkan bertentangan dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah adalah Dzat yang tidak sebanding dengan makhluk-Nya yang akan dapat dilihat dengan kasat mata.
Jelas dan tegas bahwa manusia mana pun dan siapa pun tidak akan dapat berkomunikasi secara langsung dengan Allah, sebagaimana manusia dengan manusia secara berhadapa, kecuali melalui perantara wahyu yang disampaikan melalui bisikan rahasia, dibelakang jihab, atau melalui Jibril yang menyerupai seseorang. Wahyu sebagai sumber hukum Islam adalah benar, tetapi dengan tuduhan diatas pula, kebenaran statemen itu memerlukan rasionalisasi filosofih sehingga keyakinan terhadap wahyu bukan semata-mata karena adanya legilitas dari ayat-ayat Al-Qur’an, melaikan dilengkapi dengan argumentasi ontologis yang kuat bahwa wahyu Allah itu akurat, dengan demikian Kitabullah pun senantiasa akurat.

Adakah cara-cara kita diturunkan wahyu kepada Nabi Muhammad, ketika beliau sedang dalam keadaan normal secara mental maupun fisikalnya? Wahyu yang disampaikan melalui mimpi adalah sebagai bukti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia tertidur lelap. Ketika wahyu disampaikan, Muhammad tidak meresponyah sebagaimana seorang manusia yang terbangun atau yang berada di dalam kesadaran. Dengan disampaikannya wahyu ketika Muhammad sedang berada di bawah alam sadar, secara otomatis Muhammad tidak melakukan campur tangan sedikit pun terhadap Kalamullah yang masuk ke dalam jiwanya, sehingga ayat-ayat yang diwahyukan murni dari Allah.
Wahyu yang disampaikan melalui gemerincing lonceng, suara lebah, dan bisikan di belakang hijab, tidak seorang pun yang memahami dan mengerti maksudnya. Apa makna dari gemerincing lonceng dan suara lebah, apalagi memahami makna rahasia. Bahkan, Nabi Muhammad pun tidak memahami makna suara lonceng atau suara lebah. Yang ada hanyalah rasa berat yang membebaninya sehingga keringatnya bercucuran. Jika Muhammad SAW saja tidak memahami makna gemerincing lonceng atau suara lebah, apalagi para sahabat? Dengan demikian, wahyu yang disampaikan tetap terpelihara dan masuk akal ke dalam dad Rasulullah SAW tanpa ada campuran tangan pihak lain.
Suatu saat Nabi SAW menggerakan lisannya untuk menghapalkan wahyu yang disampaikan, tetapi Allah segera melarangnya, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Qiyamah ayat: 16—19:






Artinya:
[75:16] Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya.[75:17] Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.[75:18] Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.[75:19] Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.

Wahyu yang disampaikan melalui cara-cara rahasia adalah sebagai strategi untuk menjaga orisinalitas Al-Qur’an. Dalam hal itu, menurut Malik bin Nabi (992:25), tak satu pun ayat yang terkontaminasi oleh campur tangan manusia, termasuk Nabi Muhammad SAW sendiri, Benar, bahwa Al-Qur’an dijaga dan dipelihara secara langsung oleh Sang Pembuat Hukum. Wahyu yang dijaga dan dipelihara secara langsung tersebut adalah Kitabullah, yakni Al-Qur’an. Sebagai sumber syariah atau hukum Islam yang sakral yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia dalam hidup dan kehidupannya. Al-Qur’an adalah bacaan yang mulia yang hanya dengan membacanya saja, seorang yang beriman telah memperoleh pahala yang besar karena membaca Al-Qur’an adalah ibadah.


Al-qur’an adalah mukjizat terbesar dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an termuat ribuan ayat qauliyah yang membicarakan semua masalah, dalam berbagai kondisi, dan kisah-kisah yang dapat dijadikan pelajaran bagi kehidupan pada masa depan. Bahkan, di dalam Al-Qur’anterdapat prediksi yang melahirkan teori-teori ilmu pengetahuan, sebagai contoh prediksi tentang rahim ibu yang terdiri dari tiga lapis, endometrium, myometrium, dan perimetrium, sebagaimana disebutkan dalam surat Az-Zumar ayat 6:

Artinya :
Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (39:6)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar